InfoSAWIT, SURABAYA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menurunkan target pungutan ekspor kelapa sawit tahun 2024 menjadi Rp 24 triliun dari target awal Rp 27 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh penerapan tarif baru sesuai dengan peraturan pemerintah.
“Karena adanya penggunaan tarif baru, kami perkirakan target pungutan ekspor sawit turun menjadi Rp 24 triliun tahun ini,” kata Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Normansyah Hidayat Syahruddin, dalam sebuah acara di Hotel Ciputra World Surabaya, Kamis (21/11).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya telah menerbitkan PMK Nomor 62 Tahun 2024, yang mengatur tarif layanan Badan Layanan Umum BPDPKS. Salah satu poin utama dalam aturan tersebut adalah penurunan pungutan ekspor (PE) minyak sawit yang sebelumnya bersifat progresif, mengikuti harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) global.
BACA JUGA: BPDPKS Dukung Petani Sawit melalui Beasiswa dan Program Pembangunan Berkelanjutan
Normansyah mengakui bahwa aturan baru ini akan berdampak pada pendapatan pungutan. “Kami berharap dampaknya tidak terlalu drastis. Kami juga optimistis bisa menyeimbangkan melalui kenaikan volume ekspor karena harga produk menjadi lebih kompetitif di pasar internasional,” jelasnya.
Hingga pertengahan November 2024, total pungutan ekspor sawit telah mencapai Rp 22 triliun. Dengan waktu yang tersisa hingga akhir tahun, BPDPKS akan mengambil langkah percepatan untuk memenuhi target.
“Kami bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memastikan pungutan ekspor berjalan lancar. Selain itu, kami akan mencari peluang baru untuk memaksimalkan pungutan,” tambah Normansyah.
BACA JUGA: Kemenperin Targetkan Produksi 240 Jenis Produk Hilir Sawit pada 2045
Penyesuaian tarif pungutan diharapkan mendukung daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar global. Dengan harga yang lebih kompetitif, pelaku industri memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan volume ekspor, yang pada akhirnya dapat mendukung pencapaian target pungutan. (T2)