Studi Bersama Pantau Gambut dan Kaoem Telapak Ungkap Praktik Ketidakpatuhan Perusahaan di Lahan Gambut

oleh -1852 Dilihat
Editor: Redaksi InfoSAWIT
InfoAWIT
Dok. InfoSAWIT/Para pembicara pada peluncuran studi bersama berjudul “Melacak Jejak Pengelolaan Gambut: Ancaman, Konflik, dan Masa Depan Berkelanjutan”.

InfoSAWIT, JAKARTA – Ekosistem gambut di Indonesia terus menghadapi ancaman serius akibat aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan. Kaoem Telapak dan Pantau Gambut merilis studi bersama berjudul Melacak Jejak Pengelolaan Gambut: Ancaman, Konflik, dan Masa Depan Berkelanjutan”. Studi ini membahas ancaman terhadap lahan gambut akibat perubahan tata guna lahan dan kebakaran hutan, serta tantangan dalam penerapan regulasi lingkungan di tingkat nasional maupun internasional.

Sejarah kerusakan lahan gambut di Indonesia menunjukkan betapa rentannya ekosistem ini terhadap eksploitasi. Pembukaan lahan secara luas untuk industri Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan kelapa sawit, serta program strategis nasional seperti Food Estate menjadi penyebab utama degradasi ekosistem gambut. Saat ini, tercatat sekitar 9,5 juta hektar lahan gambut berada di bawah izin konsesi perkebunan, logging, dan HTI.


Menurut Manager Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, Wahyu Perdana, lahan gambut mampu menyimpan hingga 30% dari total cadangan karbon tanah dunia. “Ini menjadikannya sebagai salah satu penyerap karbon alami yang signifikan, selain juga menjadi penopang kehidupan bagi Masyarakat Adat dan komunitas lokal yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam di sekitar lahan gambut,” jelasnya pada Peluncuran Laporan Studi lahan Gambut, berkolaborasi antara Kaoem telapk dan Pantau Gambut, dihadiri InfoSAWIT, Selasa (25/2/2025).

BACA JUGA: Mandatori Campuran Biodiesel Sawit Malaysia Ditetapkan Hanya 10 Persen

Temuan studi ini menunjukkan adanya tata kelola ekosistem gambut yang buruk, terutama di tiga konsesi di Kalimantan Tengah. Beberapa masalah yang terungkap antara lain kebakaran berulang pada area konsesi, konflik dengan masyarakat lokal, serta tumpang tindih dengan proyek Food Estate. Temuan ini mencerminkan lemahnya perlindungan ekosistem gambut dan ketidaktegasan pemerintah dalam penegakan hukum.

Selain itu, studi ini meninjau ulang regulasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). Studi ini mengungkap bahwa sertifikasi ISPO masih menghadapi tantangan serius, termasuk lemahnya pengawasan dan ketidaksesuaian praktik perusahaan dengan standar ISPO berdasarkan Permentan 38/2020. Sementara itu, EUDR dianggap masih kurang memperhatikan ekosistem gambut karena definisi “hutan” yang digunakan tidak mencakup ekosistem unik ini.

Sementara Juru Kampanye Kaoem Telapak, Ziadatunnisa Latifa menekankan bahwa analisis terhadap kelemahan regulasi ini bertujuan memberikan rekomendasi konkret guna memperkuat perlindungan lahan gambut. “Ini untuk memastikan Indonesia memenuhi komitmennya dalam mitigasi perubahan iklim global serta mencegah deforestasi besar di masa depan,” ujar Zia.

BACA JUGA: Pakar Hukum Lingkungan: Ada Peluang Perpres No 5 Tahun 2025 Selesaikan Konflik Lahan

Studi ini juga mengungkapkan ketidakpatuhan beberapa perusahaan terhadap regulasi nasional dan internasional terkait lahan gambut. Beberapa perusahaan di Kalimantan Tengah, seperti PT Agrindo Green Lestari, PT Citra Agro Abadi, dan PT Bangun Cipta Mitra Perkasa, terbukti melakukan deforestasi dan konversi lahan gambut lindung menjadi perkebunan kelapa sawit. Misalnya, PT Citra Agro Abadi diketahui menanam kelapa sawit di kawasan gambut berfungsi lindung yang seharusnya tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan komersial. Sementara itu, PT Bangun Cipta Mitra Perkasa dilaporkan memiliki riwayat kebakaran lahan berulang sejak 2015 serta konflik tumpang tindih lahan dengan proyek Food Estate.

Upaya perlindungan ekosistem gambut membutuhkan pendekatan multi-aspek. “Ini meliputi penguatan regulasi dan penegakan hukum terkait tata kelola perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, peningkatan peran serta masyarakat dalam perbaikan regulasi, koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait, serta advokasi kepada negara-negara konsumen kelapa sawit mengenai kerentanan ekosistem gambut. Sertifikasi berkelanjutan seperti ISPO dan penguatan regulasi seperti EUDR juga harus lebih diperhatikan,” tutup Zia. (T2)

 

InfoSAWIT

Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO, biodiesel dan industri kelapa sawit setiap hari dengan bergabung di Grup Telegram "InfoSAWIT - News Update", caranya klik link InfoSAWIT-News Update, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


Atau ikuti saluran Whatsapp "InfoSAWIT News", caranya klik link InfoSAWIT News dan Group Whatsapp di InfoSAWIT News Update

Untuk informasi langganan dan Iklan silahkan WhatsApp ke Marketing InfoSAWIT_01 dan Marketing InfoSAWIT_02 atau email ke sawit.magazine@gmail.com