InfoSAWIT, JAKARTA – Pakar Hukum Lingkungan, Henry Subagyo, mengungkapkan pentingnya satuan tugas (Satgas) dalam implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025. Menurutnya, Satgas ini harus menghimpun informasi dari berbagai pihak, termasuk publik, agar penyelesaian konflik lahan lebih transparan dan efektif.
“Jangan hanya mengandalkan data dari pemerintah saja. Informasi harus datang dari berbagai sumber, seperti masyarakat dan jurnalis, agar bisa memperoleh gambaran yang lebih utuh,” ujar Henry dalam Peluncuran Laporan Studi lahan Gambut, berkolaborasi antara Kaoem telapk dan Pantau Gambut, dihadiri InfoSAWIT, Selasa (25/2/2025).
Henry mengungkapkan bahwa selama ini banyak laporan terkait pengelolaan lahan yang tidak ditindaklanjuti secara optimal. Ia mencontohkan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah berlaku sejak 2020, tetapi masih menghadapi berbagai kendala dalam implementasinya. “Harusnya ada mekanisme pengawasan yang lebih terbuka. Jangan sampai regulasi hanya menjadi dokumen tanpa ada tindak lanjut yang jelas,” tegasnya.
Salah satu persoalan utama dalam tata kelola lahan adalah keberadaan perusahaan yang menguasai lahan luas tetapi tidak dapat mengelolanya dengan optimal karena adanya konflik kepemilikan. “Banyak pelaku usaha yang harus membayar pajak lahan, tetapi tidak bisa menggarap seluruhnya karena ada sengketa. Ini yang harus dicarikan solusinya,” kata Henry.
Menurutnya, pemerintah seharusnya berperan sebagai negosiator dalam penyelesaian konflik lahan. Hal ini penting agar kepentingan berbagai pihak, baik masyarakat, dunia usaha, maupun keberlanjutan ekosistem, dapat dijembatani. “Mekanisme disinsentif perlu diterapkan bagi perusahaan yang menguasai lahan tetapi tidak memanfaatkannya secara produktif. Ini bisa menjadi insentif bagi mereka untuk melepaskan lahan yang terbengkalai agar dapat dimanfaatkan lebih baik,” jelasnya.
BACA JUGA: Pemerintah Kalimantan Tengah Lakukan Sertifikasi Bibit Kelapa Sawit
Lebih lanjut, Henry menegaskan bahwa Satgas yang dibentuk berdasarkan Perpres 5/2025 harus memiliki peran strategis dalam membuka ruang dialog dan memastikan adanya solusi konkret terhadap permasalahan tenurial. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan aturan di atas kertas. Harus ada implementasi nyata yang melibatkan seluruh pihak,” tutupnya. (T2)