InfoSAWIT, JAKARTA – Ramadan 2025 baru saja dimulai, dan kebutuhan masyarakat akan minyak goreng kian meningkat. Di tengah situasi ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) terus menggencarkan pengawasan distribusi MINYAKITA guna menjaga stabilitas pasokan dan harga. Dari hasil pengawasan sejak November 2024 hingga 12 Maret 2025, sebanyak 316 pelaku usaha di 23 provinsi telah diperiksa, dengan 66 di antaranya terbukti melakukan pelanggaran.
Direktur Jenderal PKTN, Moga Simatupang, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menoleransi penyimpangan dalam distribusi MINYAKITA. “Dari hasil pengawasan tersebut, sebanyak 66 pelaku usaha di tingkat distributor dan pengecer terbukti melanggar aturan dan telah dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Moga, dalam keterangan tertulis dikutip InfoSAWIT, Selasa (18/3/2025).
Dalam investigasi yang dilakukan, ditemukan beberapa modus pelanggaran yang berdampak langsung pada konsumen. Di antaranya, penjualan MINYAKITA dengan harga di atas Domestic Price Obligation (DPO) dan harga eceran tertinggi (HET). Selain itu, beberapa pelaku usaha kedapatan menjual MINYAKITA antar-pengecer alih-alih langsung kepada konsumen akhir, yang menyebabkan harga di pasar melonjak akibat rantai distribusi yang lebih panjang.
BACA JUGA: 250 ha Lahan Sawit Milik PT SLS Disegel Satgas PKH, Bukti Ketegasan Pemerintah Jaga Kawasan Hutan
Lebih lanjut, ada juga pelanggaran berupa tidak adanya pembatasan penjualan oleh pengecer, sehingga distribusi MINYAKITA menjadi tidak merata. Selain itu, ditemukan pula sejumlah pelaku usaha yang beroperasi tanpa memiliki Tanda Daftar Gudang (TDG) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang sesuai, serta mereka yang tidak memberikan data dan informasi kepada petugas pengawas. Bahkan, beberapa pelaku usaha didapati mengemas ulang MINYAKITA dengan volume yang lebih sedikit dari takaran yang tertera pada label kemasan.
Kemendag tidak tinggal diam. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, produsen maupun repacker yang terbukti melanggar akan dikenakan sanksi lanjutan. Setelah teguran tertulis, mereka wajib menarik produknya dari pasar. Jika masih melanggar, sanksinya bisa meningkat menjadi penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, hingga rekomendasi pencabutan izin usaha.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap pelaku usaha wajib menjual produk dengan berat bersih, ukuran, atau takaran yang sesuai dengan label. Jika melanggar, mereka dapat dikenai hukuman pidana dengan ancaman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar.
BACA JUGA: Warga Tanjung Kuyo Geruduk PT SLS, Tuntut Perbaikan Jalan dan Sungai
Di sisi lain, guna memastikan pasokan tetap stabil selama Ramadan dan menjelang Idulfitri 2025, Kemendag telah meminta produsen untuk meningkatkan jumlah pasokan MINYAKITA hingga dua kali lipat. Permintaan ini tertuang dalam surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor BP.00.01/83/PDN/SD/02/2025 tertanggal 28 Februari 2025. Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas pasokan dan harga barang kebutuhan pokok di tengah meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan suci.
Untuk memastikan kepatuhan di lapangan, Kemendag juga telah melakukan pengawasan post-market dengan memeriksa 88 produsen dan repacker di 168 kabupaten/kota. Dari hasil pemeriksaan tersebut, sebanyak 40 produsen/repacker ditemukan menjual produk dengan volume yang tidak sesuai dengan label kemasan. Mereka kini dikenai sanksi administratif dan diwajibkan melakukan perbaikan dengan pengawasan langsung dari pemerintah daerah guna mencegah kelangkaan.