InfoSAWIT, PELALAWAN – Ratusan petani plasma di Kecamatan Pangkalan Lesung, Kabupaten Pelalawan, Riau, terpaksa menelan kekecewaan setelah gagal mendapatkan dana hibah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) untuk replanting. Penyebabnya, ribuan hektare lahan mereka yang sudah bersertifikat hak milik (SHM) ternyata tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sari Lembah Subur (SLS), anak usaha PT Astra Agro Lestari Tbk., (AALI).
Kasus ini menambah panjang persoalan yang membelit PT SLS. Setelah sebelumnya santer diberitakan mengenai dugaan kerusakan lingkungan dan jalan, kini terungkap bahwa sedikitnya 1.200 hektare lahan plasma milik petani di SP5, SP6, SP7, SP9AC, dan SP9B masuk dalam HGU perusahaan. Padahal, sertifikat SHM petani sudah diterbitkan sejak 1994, sementara HGU perusahaan baru keluar pada 1997 dan 1998.
KS, seorang petani di Desa Rawang Sari, baru mengetahui permasalahan ini ketika hendak mengagunkan SHM lahan sawitnya ke bank. Bank pelat merah menolak permohonan pinjaman dengan alasan bahwa lahan tersebut bermasalah karena tumpang tindih dengan HGU PT SLS. “Kami sudah mengelola kebun ini puluhan tahun, tapi baru tahu kalau ada tumpang tindih,” ujar KS dengan nada kecewa.
BACA JUGA: Kemendag dan Ombudsman Perkuat Pengawasan Distribusi MINYAKITA
Masalah ini semakin mencuat ketika Koperasi Unit Desa (KUD) di Rawang Sari mengajukan permohonan dana hibah BPDPKS untuk peremajaan sawit. Ratusan hektare lahan plasma tidak bisa diproses karena status lahannya yang tumpang tindih.
Menurut Rizki Tama dari Lingkar Aktivis Riau yang juga anggota Serikat Petani Sawit Indonesia (SPSI), kepada InfoSAWIT, Senin (24/3/2025) mengakibatkan petani mengalami tiga kerugian besar akibat persoalan ini: SHM tidak dapat diagunkan, kehilangan akses terhadap dana BPDPKS, serta ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka garap.
Harapan Petani pada GTRA
Pemerintah daerah melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Pelalawan telah mengambil alih penyelesaian masalah ini sejak akhir 2022. Tim yang diketuai langsung oleh Bupati Pelalawan itu terdiri dari berbagai instansi terkait, termasuk Sekretaris Daerah, Dinas Perkebunan, Dinas Perizinan, Dinas Lingkungan Hidup, ATR/BPN Kabupaten, dan Bappeda. Mereka telah melakukan serangkaian pertemuan serta pengecekan lapangan untuk menentukan koordinat lahan yang tumpang tindih.
BACA JUGA: SARO Laporkan Dugaan Perambahan Hutan ke Kejati Riau dan Satgas PKH
Namun, hingga Maret 2025, belum ada solusi konkret yang dihasilkan. Kepala Desa SP6 Sari Makmur, Supriyanto Agus, membenarkan adanya tumpang tindih antara SHM plasma dengan HGU PT SLS. “Lahan memang tumpang tindih, tapi saya kurang tahu luasnya berapa. Yang jelas, petani dirugikan karena tidak bisa mengakses pinjaman bank atau bantuan BPDPKS,” ujarnya.
Agus mengungkapkan bahwa komunikasi dengan perusahaan telah dilakukan, tetapi belum membuahkan hasil. “Harapan terakhir kami ada pada pemerintah daerah melalui GTRA. Semoga masalah ini bisa segera diselesaikan,” tutupnya.
Sementara itu, diungkapkan Community Development Area Manager (CDAM) Grup Astra Agro area Riau, Dede Kurniawan, sebenarnya semenjak 2023 lalu perusahaan sudah dan sedang melakukan proses enclave. “Perusahaan telah berkoordinasi dengan BPN Kanwil Riau, dan Pemda Kab Pelalawan,” katanya kepada InfoSAWIT. (T2)