InfoSAWIT, SUBULUSSALAM – Dugaan pencemaran Sungai Rikit oleh limbah sawit dari Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) milik PT Mandiri Sawit Bersama (MSB) di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, menyulut keprihatinan publik. Namun, respon dari Pemerintah Kota Subulussalam melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) justru menimbulkan tanda tanya besar.
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) sebelumnya telah mengajukan permohonan informasi publik pada 11 April 2025 guna mendorong transparansi dan perlindungan lingkungan. Namun, surat balasan dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kota Subulussalam dengan Nomor 500.12.18.1/100/2025 menyebutkan bahwa DLHK tidak melakukan uji laboratorium terhadap air Sungai Rikit.
Alasannya, menurut Kepala DLHK Subulussalam Abdul Rahman Ali, tidak ditemukan indikasi pencemaran dalam tiga kali verifikasi lapangan yang dilakukan pada 10, 11, dan 18 Maret 2025. Pemeriksaan hanya dilakukan secara visual dan organoleptik—meliputi pengamatan kejernihan, bau, dan perubahan warna air—tanpa pengambilan sampel untuk uji laboratorium.
BACA JUGA: USDA Proyeksikan Produksi Sawit Indonesia Naik Jadi 47 Juta Ton pada 2025/26
“Air sungai tampak jernih, tidak berbau, dan tidak terdapat tanda-tanda pencemaran seperti lapisan minyak atau kematian organisme air,” tulis Abdul Rahman dalam surat tersebut.
Namun, pernyataan ini menuai kritik dari masyarakat dan aktivis lingkungan. Ketua YARA Perwakilan Subulussalam, Edi Syahputra, menyayangkan sikap DLHK yang dinilai abai terhadap kekhawatiran warga.
“Penilaian visual saja tidak cukup. Jika memang tidak ada pencemaran, kenapa takut melakukan uji laboratorium? Ini soal keselamatan lingkungan dan kesehatan warga,” ujar Edi kepada InfoSAWIT, Jumat (18/4).
BACA JUGA: Putusan WTO dan Momen Penguatan Standar Sawit Berkelanjutan
Edi menambahkan bahwa warga Dusun Rikit sebelumnya telah menggelar aksi protes menuntut kejelasan atas kondisi Sungai Rikit yang mereka curigai tercemar limbah dari kolam milik PT MSB. Namun sayangnya, tuntutan tersebut belum ditindaklanjuti secara ilmiah.
Warga Desa Namo Buaya pun berharap agar pemerintah tidak menutup mata terhadap potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri sawit. Mereka meminta agar dilakukan uji laboratorium independen sebagai bentuk kepastian dan perlindungan terhadap lingkungan hidup mereka.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT MSB belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pencemaran tersebut. (*)
Laporan: Nukman Suryadi Angkat