InfoSAWIT, JAKARTA – Dalam beberapa bulan terakhir pemerintah Indonesia terus berupaya menurunkan tingkat stok minyak sawit mentah (CPO) yang masih mencapai sekitar 8 juta ton per pertengahan Juli 2022. Demi upaya itu pemerintah mengambil keputusan menghapus sementara Pungutan ekspor yang dikumpulkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hingga akhir Agustus 2022.
Tidak itu saja patokan Bea Keluar pun kini dilakukan dua minggu, termasuk meningakatkan kuota pengali ekspor. sesuai dengan beleid Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 14/DAGLU/KEP/07 /2022 Tentang Penetapan Rasio Pengali Besaran Volume Pemberian Persetujuan Ekspor (PE), Crude Palm Oil, Refined, Bleached And Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached And Deodorized Palm Olein, Dan Used Cooking Oil, telah menetapkan rasio pengali ekspor menjadi 9 kali lipat, dari sebelumnya 7 kali lipat.
Dalam laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), ekspor bulan Juni tercatat naik mencapai 2.334 ribu ton atau 3,4 kali lebih tinggi dari ekspor bulan Mei sebesar 678 ribu ton. Kenaikan ekspor Juni tertinggi terjadi pada tujuan Pakistan dari 281 ribu ton menjadi 295,0 ribu ton, tujuan EU- 27 dari 177,8 ribu ton menjadi 296,7 ribu ton, tujuan China dari 208,5 ribu ton menjadi 416,2 ribu ton, tujuan India dari 154,5 ribu ton menjadi 212,3 ribu ton dan tujuan Afrika dari 156,6 ribu ton menjadi 199,4 ribu ton.
Tentu saja, bagi petani cara yang dilakukan pemerintah menjadi angin segar supaya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit bisa kembali normal, namun rupanya langkah pemerintah ini juga perlu diwaspadai, lantaran cara membanjiri pasar minyak sawit global justru bisa direspon dengan penurunan harga CPO dunia, yang bisa berdampak pada harga TBS Sawit petani. Apalagi saat ini harga CPO global menjadi patokan dalam menentukan harga TBS Sawit petani.
Sebab itu petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Perjuangan, guna menghindari tekanan harga CPO global, menyarankan kegiatan ekspor CPO secara bertahap dimana stok di dalam negeri per Juli 2022 diperkirakan akan mencapai 8 juta ton. Sebab bila dilakukan ekspor secara sekaligus akan semakin membuat harga minyak sawit ditingkat global menurun.
Termasuk melakukan evaluasi terhadap besaran Bea Keluar dan pungutan ekspor yang saat ini diterapkan. Lantaran belajar dari negara lain, dalam kondisi ini mereka menerapkan pajak ekspor dengan nilai yang rendah misalnya Thailand hanya sekitar 7%, Malaysia 3%, Vietnam sebesar 13%, sementara Indonesia justru menerapkan pungutan dan pajak ekspor sebanyak 60%.
Terlebih pada Agustus 2022, pemerintah Ukraina telah sepakat melakukan ekspor minyak nabati sebanyak 3 juta ton, dimana sebanyak 1,3 juta ton akan dikirim melalui pelabuhan sungai di Danube. Rencana ini telah diumumkan oleh Wakil Ketua Dewan Agraria Seluruh-Ukraina, Denys Marchuk, dalam konferensi pers di Pusat Media Ukrinform.
Lantas, bagaimana harga minyak sawit pada paruh kedua tahun 2022 ini? Apakah akan terus meninggi atau sesuai dengan prediksi para analis, akan menurun secara bertahap? Guna mengetahui lebih lanjut bisa membacanya secara lengkap di Majalah InfoSAWIT Edisi Agustus 2022. (T2)