InfoSAWIT, JAKARTA – Pada 6 Desember 2022 lalu, Komisi Uni Eropa, Parlemen Uni Eropa, dan Dewan Uni Eropa mencapai persetujuan bersama sementara mengenai regulasi Uni Eropa (UE) tentang produk bebas deforestasi (EUDR), sebuah proposal pengurangan resiko deforestasi dan degradasi hutan yang berhubungan dengan produk-produk, termasuk minyak sawit, yang diimpor ke atau diekspor dari Uni Eropa (UE). Walaupun peraturan baru ini merupakan pencapaian besar dalam menunjukkan komitme Uni Eropa untuk berkontribusi dalam mengurangi deforestasi dunia, peraturan ini juga membuat resiko tidak terlibatnya petani sawit pada rantai pasok.
Dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Rabu (12/4/2023), Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC) mencatat, petani sawit, merupakan pemangku kepentingan penting dalam rantai pasok minyak sawit, dan keberadaannya kemungkinan akan terasingkan dari pasar UE saat EUDR terealisasi.
“Para legislator UE, Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan Negara Anggota harus menentukan pendekatan dan cara-cara untuk memastikan ikutnya petani sawit dalam meminimalisir resiko pengecualian dari pasar EU. Hal ini sesuai dengan semangat “tidak meninggalkan siapapun” dari United Nations Sustainable Development Goals,” catat sekretariat CPOPC.
BACA JUGA: DPR RI dan Perwakilan Parlemen Uni Eropa Bahas Isu Sawit
Sebab itu, lebih lanjut secretariat CPOPC mencatat, membangun kerjasama yang kuat dan berstruktur antara UE dan negara-negara produsen minyak sawit merupakan hal yang sangat penting untuk membuat lingkungan yang memungkinkan untuk mematuhi EUDR dalam mengenali upaya- upaya yang dilakukan untuk memastikan produksi minyak sawit berkelanjutan di negara-negara produsen. Negara-negara produsen minyak sawit menghormati basis dari pengurangan deforestasi dan degradasi hutan yang dilakukan UE, dan maka itu, kami mendorong UE untuk mengakui upaya dan aksi yang telah dilakukan negara- negara produsen minyak sawit dalam menjaga hutan dan keanekaragaman hayati, dan juga meningkatkan pembangunan berkelanjutan dalam industri kelapa sawit.
“Langkah pertama adalah melalui kerjasama yang positif dan membangun untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan dan disetujui oleh kedua pihak. UE harus mempertimbangkan untuk mengenali Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) sebagai skema sertifikasi penting yang sesuai dengan aturan legal di negara-negara produsen,” catat pihak secretariat CPOPC.
Dimana, para negara produsen menyambut kooperasi UE dalam melakukan penilaian tantangan dan potensi efek EUDR pada petani sawit untuk mengembangkan cara-cara praktis dan aksi mitigasi untuk memastikan partisipasi petani kecil. Selain itu, pengenalan terhadap sistem dan mekanisme untuk mendapatkan minyak sawit dengan sertifikat berkelanjutan dari petani kecil adalah salah satu kunci penting untuk meminimalisir resiko.
BACA JUGA: FOLUR Untuk Model Rantai Nilai Berkelanjutan Komoditas Sawit, Kopi dan Kakao
Merujuk data CPOPC, petani kecil sawit memiliki porsi 41% dan 27% dari total lahan sawit di Indonesia dan Malaysia. Petani sawit juga menghasilkan sekitar 35% sampai 40% dari produksi minyak sawit dunia.
“Pihak UE dapat memperhitungkan instrument inovatif untuk mendukung dan meningkatkan perkembangan keberlanjutan para petani kecil, termasuk dalam peningkatan kapasitas, solusi untuk memastikan ketertelusuran rantai pasok tanpa melanggar legislasi perlindungan data pribadi, dan perkembangan mekanisme inovatif untuk dukungan teknis dan finansial untuk memastikan peningkatan yang berlanjut oleh petani kecil,” demikian catat CPOPC. (T2)