Konsep Pariwisata Desa Berkelanjutan ini, memfokuskan pengelolaan Kampoeng berlandaskan prinsip dan kriteria berkelanjutan. Dimana, keberadaan Kampoeng Laweyan, sejak awal 2004 lalu, sudah mulai menjadi rujukan Pariwisata di Kota Solo.
Produksi Batik Sawit Berkelanjutan
Inisiasi pengelolaan produksi batik berkelanjutan sudah mulai dilakukan masyarakat Laweyan. Melalui berbagai inisiasi yang sudah dilakukan, seperti pengelolaan limbah bertanggung jawab, dengan instalasi pengelolaan limbah (IPAL) masyarakat Laweyan.
Kini, masyarakat Laweyan juga akan menggunakan produk ramah lingkungan sebagai bahan bakunya. Inisiasi penggunaan Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) bersertifikasi RSPO akan menjadi andalan baru masyarakat Laweyan. Menurut Alfa, keberadaan pengganti malam batik dengan produk turunan sawit berkelanjutan, menjadi bagian dari Pariwisata berkelanjutan yang dilakukan masyarakat Laweyan. Dengan adanya produk malam berbahan baku CSPO, diharapkan turut mendorong keberhasilan produk Batik asal Laweyan nantinya. “Kami berharap, penggunaan CSPO sebagai bahan baku malam batik dapat segera terwujud”, ujarnya seraya berharap.
BACA JUGA: Walau Indonesia jadi Episentrum Minyak Sawit Dunia, Belum Mampu Tentukan Harga
Senada diutarakan Deputy Director Market Transformation RSPO, Mahatma Windrawan Inantha, memberikan apresiasi atas semangat masyarakat Laweyan. Menurutnya, penggunaan malam batik berbasis CSPO akan mendorong kualitas produk batik asal Laweyan menjadi produk ramah lingkungan dan terbarukan. Sehingga, batik yang dihasilkan nantinya, mampu menjadi produk Batik berkelas Dunia.
“Secepatnya, proses batik menggunakan malam batik ini akan dilakukan di Kampoeng Laweyan, sehingga dapat berkontribusi bagi Pariwisata berkelanjutan di masa depan”, kata Windrawan menjelaskan.
Imbuhnya, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan, akan menjadi kekuatan bersama dalam menghasilkan berbagai produk turunan minyak sawit berkelanjutan dan ramah lingkungan di masa depan. (T1)