Persaingan Industri Minyak Nabati Global

oleh -4068 Dilihat
Editor: Redaksi InfoSAWIT
infosawit
Dok. Istimewa/Minyakita

InfoSAWIT, JAKARTA – Ekonomi Indonesia sejak lama ditopang oleh industri berbasis sumber daya alam, terutama sektor perkayuan, pertambangan, minyak dan gas, perikanan dan perkebunan. Pada sektor perkebunan terjadi pergeseran komoditi dari karet, cengkeh, kelapa, kakao dan kopi menjadi kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit mengalami perluasan yang signifikan dari tahun ke tahun, dimulai hanya 294,5 ribu hektar pada tahun 1980 hingga mencapai 15,1 juta hektar pada tahun 2021. Perkembangan yang demikian pesat diikuti oleh pertumbuhan produksi minyak nabati kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil) mencapai 49,7 juta ton.

Pada tahun 1980 perkebunan kelapa sawit paling dominan dikuasai oleh perusahaan milik negara yaitu 68 persen, tetapi seiring waktu mengalami pergeseran menjadi penguasaan oleh swasta dan rakyat masing-masing 56 persen dan 40 persen, sedangkan perkebunan miliki negara hanya tersisa 4 persen pada tahun 2021.


Menurut data USDA yang dipublikasi PASPI tahun 2023, Pada tingkat global luas perkebunan kelapa sawit jauh berada di bawah ketiga komoditi penghasil minyak nabati utama dunia, dimana kelapa sawit hanya seluas 25,06 juta hektar, sedangkan kedelai, rapeseed dan bunga matahari masing-masing seluas 129,9 juta hektar, 37,8 juta hektar dan 28,4 juta hektar.

BACA JUGA: Cegah Karhutla, GAPKI Kalteng dan TMC Lakukan Modifikasi Cuaca

Dari segi luasan ketiga komoditi tersebut berbanding terbalik dengan produktifitasnya. Kelapa sawit jauh lebih produktif dalam menghasilkan minyak nabati, yaitu 3,36 ton per hektar pertahun untuk kelapa sawit, sedangkan bunga matahari 0,78 3,36 ton per hektar pertahun, rapeseed 0,74 3,36 ton per hektar pertahun, dan kedelai hanya 0,47 3,36 ton per hektar pertahun. Dengan begitu kelapa sawit menjadi komoditi yang paling efisien dalam penggunaan lahan dibandingkan komoditi minyak nabati lainnnya (IUCN, 2018).

Pertumbuhan industri minyak nabati kelapa sawit yang demikian pesat telah menempatkan Indonesia menguasai 59 persen produksi minyak nabati di dunia, dibayangi oleh Malaysia sebesar 25 persen. Jadi tidak heran jika Indonesia telah dijadikan sebagai kompetitor utama dari negara-negara penghasil minyak nabati Kedelai (soybean oil), rapeseed (canola) dan bunga matahari (sunflower oil).

Posisi Indonesia dan Malaysia telah menyebabkan peta persaingan minyak nabati global semakin dinamis, tidak hanya berkaitan dengan persaingan harga (price competition) tetapi bergeser menjadi persaingan non harga (non-price competition). Jika dicermati lebih jauh, persaingan non harga adalah isu yang paling dominan mewarnai bisnis minyak nabati belakangan ini. Isu-isu yang diduga kuat berhubungan erat  persaingan non harga dan telah mengemuka secara luas di tengah publik yaitu berkaitan dengan masalah lingkungan hidup dan deforestasi, sosial, ekonomi dan kesehatan.

BACA JUGA: Harga CPO KPBN 28 Agustus 2023 Tetap Rp 11.255/Kg

 

Komitmen dan Persaingan

Berbagai komitmen global pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dimotori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti Protokol Kyoto (Kyoto Protocol to the UNFCCC) yang dinegosisiakan pada 1997 di Jepang telah menjadi titik tolak berkembangnya isu-isu global berkaitan dengan perubahan iklim dan masalah-masalah turunannya, termasuk hubungannya dengan masalah lingkungan hidup dan deforestasi, sosial, ekonomi dan kesehatan yang saat ini digunakan dalam persaingan perdagangan minyak nabati global.

Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO dan industri kelapa sawit setiap hari dari infosawit.com. Mari bergabung di Grup Telegram "InfoSAWIT - News Update", caranya klik link InfoSAWIT-News Update, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


Bila Anda memiliki informasi tentang industri sawit, Silakan WhatsApp ke Redaksi InfoSAWIT atau email ke sawit.magazine@gmail.com (mohon dilampirkan data diri)

Tinggalkan Balasan