InfoSAWIT, BOGOR – Pemutihan atau pengampuan” perkebunan sawit yang ditanam illegal di kawasan hutan. Landasannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang merubah UU Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (UU P3H) dengan menyisipkan Pasal 110 A dan 110 B. Yang kemudian dibentuklah aturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan (PP No 24/2021).
Faktanya, cara ini menuai banyak kritikan karena mengabaikan proses penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi administratif dan dapat menjadi preseden buruk dalam upaya perbaikan tata kelola sawit. Atas hal tersebut Sawit Watch mendaftarkan gugatan PP No. 24 tahun 2021 ini kepada Mahkamah Agung pada Rabu (20/9/2023).
Koordinator Tim Advokasi Gugat Omnibus Law, Janses E. Sihaloho menegaskan, bahwa PP ini merusak jaminan kepastian hukum dan jaminan perlindungan bagi masyarakat di sekitar hutan. “Untuk itu kami mengguggat Pasal 3 PP karena menimbukan ketidakpastian hukum karena terjadi pertentangan antara UUCK, UU Penetapan Perpu CK Menjadi UU, dan PP. PP telah mengatur apa yang tidak diperintah UU CK dan UU Penetapan Perpu CK dan mengatur apa yang telah dikecualikan oleh UU P3H,” kata Janses dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT Rabu (20/9/2023).
BACA JUGA: Kejaksaan Agung Selidiki Dugaan Korupsi Dana Sawit BPDPKS 2015-2022
Sementara, Direktur Sawit Watch Achmad Surambo menyatakan, pihaknya memandang kebijakan ini akan menjadi celah bagi perusahaan untuk melakukan pelanggaran serupa di masa depan. Perusahaan bisa saja melakukan penyerobotan lahan dalam kawasan hutan, karena ada semacam jaminan (akan diputihkan lagi). Harusnya, jika Pemerintah benar-benar serius menyelesaikan keterlanjuran sawit di kawasan hutan dengan memprioritaskan penyelesaian desa-desa yang berada di kawasan hutan. Diketahui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada sekitar 25.863 desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang terdiri dari 9,2 juta rumah tanggal.
“Inilah yang harusnya menjadi fokus penyelesaian pemerintah. Sawit Watch mencatat hingga 2023 jumlah komunitas yang berkonflik di perkebunan sawit sebanyak 1088 kasus dengan mayoritas konflik tenurial (62,5%) yang dapat saja terjadi di kawasan hutan,” terang Rambo. (T2)