InfoSAWIT, JAKARTA – Saat ini, lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah meluas hingga 16,38 juta hektar, dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 6 persen. Meski demikian, sektor ini dihadapkan pada berbagai ancaman, termasuk perang, masalah iklim, dan tantangan produktivitas. Pada tahun 2002, perang invasi Irak dan Kuwait memberikan dampak signifikan, dan saat ini, perang di Ukraina dan aspek lainnya semakin memperumit situasi.
Produktivitas lahan sawit masih di tingkat 4 ton CPO per hektar/tahun, sementara dilapangan tercatat lebih rendah lagi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kelembagaan pekebun, kawasan hutan, lokasi terpencar, dan kebijakan menuju hilirisasi. Selain itu, sejarah sawit di Indonesia mencatat bahwa tanam sawit sebelumnya dipaksa sebagai bagian dari upaya industrialisasi dan peningkatan pendapatan. Namun, seiring berjalannya waktu, petani sawit swadaya menjadi pemain utama dalam sektor ini, membutuhkan pendampingan, evaluasi, suplai pupuk, dan bibit sawit yang memadai.
Diugkapkan Koordinator Kelembagaan, Direktorat Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma, Kementan, Mula Putera, sebelum munculnya pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), karakteristik, penyebab, dan solusi untuk meningkatkan produktivitas sawit telah diperhatikan. Sosialisasi peraturan, transparansi, dan evaluasi berkala dianggap sebagai langkah kunci. Rantai pasokan sawit rakyat melibatkan beberapa tahapan penjualan, yang pula menunjukkan kompleksitas dalam struktur industri ini.
BACA JUGA: Indonesia Ajukan Panel Evaluasi Sengketa Bea Masuk Biodiesel Uni Eropa di WTO
Sebab itu kata Mula, Pemerintah telah berupaya melalui program pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit, dengan fokus pada pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan/fasilitasi.
“Program ini, mencakup Rekomtek Pendidikan 3.660 dan 10.938 pelatihan pada periode 2021-2023, bertujuan meningkatkan produksi dan produktivitas, memenuhi kebutuhan tenaga kerja usaha sawit, dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi,” katanya saat menjadi pembicara pada acara Indonesia Palm Oil Smallholder Conference and Expo (IPOSC) ke-3 dengan tema “Optimalisasi Sawit Rakyat Sebagai Penghasil Devisa di Pusaran Tata Kelola Sawit Berkelanjutan”, di hadiri InfoSAWIT, Selasa (28/11/2023) di Jambi
Transformasi yang diinginkan mencakup kolaborasi antara petani, pengusaha, pemerintah, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan pekebun rakyat. Semua pihak harus bekerja sama untuk mencapai tujuan meningkatkan produktivitas hasil kebun hingga 30-40 ton Tandan Buah Segar (TBS) per hektar, dengan rendemen 23-25 persen, serta menerapkan praktik sawit berkelanjutan.
BACA JUGA: Wagub Jambi: Kami Dukung Kesejahteraan Petani Sawit Lewat Dumisake
Mula Putera pun melempar pertanyaan kritis kepada para petani, mau hanya menjadi Suplier atau sebagai player. “Suplier hanya menjual, sebab itu untuk lebih baik petani mesti menjadi player seperti pelaku usaha, pertanyaannya mampukah petani berubah, hanya petani yang bisa menjawabnya,” tandas Mula. (T2)