InfoSAWIT, JAKARTA – Di balik kiprahnya yang luar biasa sebagai Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Ekonomi Industri, Jasa, dan Perdagangan (Pusris EIJP) di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Ir. Hj. Delima Hasri Azahari, MS, memiliki perjalanan hidup yang penuh dedikasi dan komitmen terhadap pertanian dan pembangunan nasional. Lahir di Tanjung Karang, Lampung pada 4 Desember 1956, Dr. Delima adalah anak keenam dari sepuluh bersaudara. Dari usia dini, ia sudah menunjukkan bakat dan ketekunan yang luar biasa dalam pendidikan, sebuah fondasi yang kelak membawanya pada pencapaian-pencapaian besar.
Mengenyam pendidikan sejak usia dini di TK Xaverius, Palembang, kemudian melanjutkan ke SD Mardi Yuana di Bogor, Dr. Delima tumbuh sebagai anak yang haus akan ilmu. Perjalanan pendidikannya terus berlanjut di SMP Negeri II Bogor hingga SMA Negeri II Bogor. Dengan kecerdasan dan kerja keras, ia meraih gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1979, dengan predikat yang sangat memuaskan. Tak berhenti di situ, Dr. Delima melanjutkan studi di bidang Ekonomi Pertanian di IPB dan meraih gelar Magister Sains dengan predikat Cum Laude pada 1983.
Namun, yang benar-benar membuktikan ketangguhannya adalah ketika ia berhasil memperoleh gelar Ph.D di bidang Agriculture Economic dari University of Illinois, Champaign Urbana, Amerika Serikat, pada tahun 1990, juga dengan predikat Cum Laude. Beasiswa dari World Bank yang ia terima untuk pendidikan ini menjadi bukti pengakuan internasional terhadap kemampuannya.
BACA JUGA: Kementan Genjot Produktivitas Sawit, Sokong Kebijakan Biodiesel
Dikutip InfoSAWIT, Sabtu (26/10/2024), setelah menyelesaikan pendidikan, Dr. Delima mengawali kariernya sebagai peneliti di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Kementerian Pertanian. Dalam perjalanan kariernya, ia terus menanjak hingga menjadi Peneliti Ahli Utama pada 2021. Namun, pencapaiannya tak hanya sebatas di bidang riset. Karier Dr. Delima juga merambah ke jabatan struktural penting di pemerintahan. Ia pernah menduduki posisi sebagai Kepala Badan Karantina Pertanian serta Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP). Keahlian dan wawasannya dalam bidang pertanian menjadikannya salah satu negosiator utama Indonesia dalam berbagai perundingan internasional, terutama di fora ASEAN dan WTO.
Kehadiran Dr. Delima dalam berbagai jabatan juga memperlihatkan betapa pentingnya peran perempuan dalam memimpin sektor-sektor strategis. Selama bertahun-tahun, ia menjadi anggota Dewan Komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk PT Pupuk Sriwidjaya, PT Petro Kimia Gresik, dan PT Perkebunan Nusantara XI. Dr. Delima juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama di PTPN XI, XII, dan VI, memperlihatkan kepemimpinannya yang kuat di sektor agribisnis.
Aktivisme dan kontribusi Dr. Delima tak berhenti di ranah profesional. Ia juga terlibat aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan profesi. Sebagai Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) serta Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Dr. Delima terus memperjuangkan pembangunan berkelanjutan dan perdagangan yang berkeadilan. Perjuangannya ini meluas hingga menjadi Chairperson of Solidaridad Network Indonesia Foundation, di mana ia berperan aktif dalam inisiatif-inisiatif yang mendukung keberlanjutan industri sawit di Indonesia.
BACA JUGA: Perisai Prabowo Tegaskan Komitmen Kawal Kebijakan Biodiesel untuk Petani Sawit
Tidak hanya sukses di dunia kerja, Dr. Delima juga berperan dalam berbagai organisasi sosial. Sebagai Ketua Umum Forum Profesional Sriwidjaya (FKS) dan Ketua Komite Sekolah SMA Negeri 1 Bogor, ia terus mendorong kemajuan komunitas dan pendidikan di tanah air.
Dengan segudang prestasi dan kontribusi, Dr. Delima Hasri Azahari menjadi sosok yang menginspirasi, baik bagi generasi muda maupun bagi rekan-rekannya di dunia riset dan pemerintahan. Kisah hidup dan dedikasinya menunjukkan betapa pentingnya peran peneliti dan pemimpin yang berkomitmen untuk memajukan pertanian dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. (T1)
