Masyarakat Adat Kalimantan Sampaikan Peran Mereka dalam Pelestarian Keanekaragaman Hayati di COP16 CBD di Kolombia

oleh -641 Dilihat
Editor: Redaksi InfoSAWIT
InfoSAWIT
Dok. Rekam Nusantara Foundation/Iban Manua Sungai Utik / Warga Sungai Utik, Kalimantan Barat, sedang melakuan pemantauan populasi rangkong di hutan adatnya.

InfoSAWIT, BOGOTÁ — Dalam Konferensi Para Pihak (COP) ke-16 dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) yang berlangsung dari 21 Oktober hingga 1 November 2024, perwakilan masyarakat adat Kalimantan memukau peserta dengan cerita dan pengalaman mereka dalam memonitor dan melestarikan keanekaragaman hayati di wilayah adat. Praktik-praktik yang mereka lakukan secara turun-temurun bukan hanya menjadi bukti peran penting masyarakat adat dalam menjaga hutan, namun juga menunjukkan cara unik mereka melestarikan ekosistem.

Sebagai salah satu pulau terbesar di dunia, Kalimantan memiliki setidaknya 15.000 jenis tanaman, 288 spesies mamalia, 350 spesies burung, serta 150 jenis reptil dan amfibi. Di tengah kekayaan ini, komunitas adat seperti Masyarakat Adat Ketemenggungan Iban Jalai Lintang di Kalimantan Barat telah menjaga keanekaragaman hayati mereka, sebagaimana disampaikan oleh Raymundus Remang, Kepala Desa Batu Lintang sekaligus Ketua Gerempong Menuajudan-Sungai Utik.


“Seluruh masyarakat adat di Indonesia harus terus menjaga dan mengelola hutan, karena lebih baik menjaga mata air daripada meneteskan air mata,” ujar Raymundus, dalam keterangan resmi dikutip InfoSAWIT, Rabu (6/11/2024).

BACA JUGA: Indonesia dan Malaysia Sampaikan Keberatan Terhadap Peraturan Deforestasi UE di Brussels

Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran mereka dalam pelestarian alam. Pemuda adat generasi ketiga, Darius Doni, menambahkan bahwa generasi muda adat harus aktif menjaga wilayah adat mereka demi masa depan yang lebih baik.

Di jantung Kalimantan, Kapuas Hulu menjadi benteng terakhir bagi spesies yang terancam punah, seperti rangkong gading dan orangutan. Komunitas adat setempat, melalui pengetahuan tradisional dan hubungan spiritual dengan alam, mampu melestarikan keanekaragaman ini. Nurhayati dari Punan Tugung, Kalimantan Utara, memperlihatkan contoh-contoh obat tradisional yang mereka gunakan dari hasil hutan, menyebut hutan sebagai “supermarket dan apotek gratis” yang tidak tergantikan.

Meski begitu, pengakuan resmi terhadap masyarakat adat masih sangat terbatas. Data dari PADI Indonesia dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) menunjukkan bahwa di Kalimantan Utara, hanya tiga kabupaten yang telah mengakui 19 komunitas adat. Among, Direktur Eksekutif PADI Indonesia, mengungkapkan bahwa masyarakat adat bukanlah penyebab hilangnya biodiversitas. “Mereka adalah garda terdepan pelindung keanekaragaman hayati,” ujarnya, menyerukan pengakuan dan dukungan dunia terhadap kontribusi masyarakat adat.

BACA JUGA: Kemenhut dan BPKP Perketat Langkah Hukum Terhadap Kebun Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Dalam sesi COP16 CBD, banyak pihak mendukung hak masyarakat adat, namun proses negosiasi terkait pengakuan hak mereka masih berlangsung alot. Yoki Hadiprakarsa dari Yayasan Rekam Nusantara menekankan perlunya dukungan teknis dan finansial bagi masyarakat adat untuk memastikan keberlanjutan praktik pelestarian mereka. (T2)

InfoSAWIT

Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO, biodiesel dan industri kelapa sawit setiap hari dengan bergabung di Grup Telegram "InfoSAWIT - News Update", caranya klik link InfoSAWIT-News Update, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


Atau ikuti saluran Whatsapp "InfoSAWIT News", caranya klik link InfoSAWIT News dan Group Whatsapp di InfoSAWIT News Update

Untuk informasi langganan dan Iklan silahkan WhatsApp ke Marketing InfoSAWIT_01 dan Marketing InfoSAWIT_02 atau email ke sawit.magazine@gmail.com