InfoSAWIT, JAKARTA – Melambungnya harga minyak sawit mentah (CPO) saat ini, dianggap belum dirasakan utamanya bagi petani sawit swadaya. Sebab itu sinkronisasi harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit dengan CPO perlu dilakukan untuk peningkatan Kesejahteraan masyarakat.
Di tengah tren positif harga Crude Palm Oil (CPO) yang mencapai Rp 15.000 per kilogram, petani sawit di Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait ketidakcocokan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di tingkat petani dengan harga CPO di hilir.
Menurut Ketua Komite II Hubungan Luar Negeri dan Antar Lembaga Indonesian Planters Society (IPS), Boyke Setiawan Soeratin, situasi ini mengindikasikan perlunya upaya sinkronisasi harga agar keuntungan dari kenaikan harga CPO dapat dirasakan langsung oleh para petani.
BACA JUGA: Pemprov Kalteng Lakukan Rapat Anggaran (RKP) Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit
Boyke memaparkan, kenaikan harga CPO yang signifikan merupakan angin segar bagi industri sawit. Namun, ketidaksesuaian harga TBS sawit di lapangan justru menimbulkan permasalahan baru, yaitu petani yang tak bisa merasakan manfaat penuh dari kenaikan harga tersebut. “Kenaikan harga CPO memang luar biasa. Tetapi, petani di lapangan hanya menikmati sebagian kecil dari keuntungan ini karena harga TBS sawit yang diterima tidak sebanding dengan harga CPO,” ungkapnya, pada acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 16, bertajuk “Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Menumbuhkan Ekonomi Masyarakat Perdesaan”, yang diadakan media InfoSAWIT yang didukung BPDPKS, awal November 2024, di Jakarta.
Menggambarkan pentingnya sinkronisasi tersebut, Boyke mengingatkan bahwa windfall profit pernah dirasakan petani sawit pada 2012. “Pada waktu itu, petani transmigran di Mamuju bahkan bisa pulang kampung naik pesawat, karena keuntungan yang mereka raih begitu besar,” katanya. Keuntungan yang besar ini sempat mendorong terbentuknya lembaga-lembaga keuangan seperti Bank Pembangunan Rakyat (BPR) yang dikelola oleh koperasi petani.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik Tipis Pada Jumat (13/12), Harga CPO Mingguan Turun 1,14 Persen
Namun, kondisi di lapangan kini berubah. Selain ketidaksesuaian harga, tantangan lainnya adalah kesulitan data yang valid. Boyke mengungkapkan, perbedaan data dari berbagai sumber sering menjadi masalah serius bagi para pelaku industri. “Data produksi, luas lahan, hingga harga seringkali berbeda-beda antara BPS, BPDPKS, dan Kementerian Pertanian. Ini menyulitkan kami dalam membuat keputusan,” jelas Boyke, seraya berharap adanya pusat data informasi yang dapat menyajikan data komprehensif dan akurat. (T2)