InfoSAWIT, JAKARTA — Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian, menyampaikan keprihatinan terkait dampak kebijakan internasional terhadap ekspansi sawit di Indonesia dalam dua dekade terakhir. Kebijakan internasional, terutama yang menyangkut energi terbarukan, disebut turut memacu perluasan sawit secara masif yang berdampak pada lingkungan.
Uli menjelaskan bahwa kebijakan energi Uni Eropa pada 2007-2008, yang mendorong penggunaan biodiesel sebagai sumber energi utama, menjadi salah satu pemicu utama lonjakan ekspansi sawit di Indonesia. Sejak saat itu, luas perkebunan sawit di Indonesia meningkat drastis, dari sekitar 7 juta hektare menjadi hampir 20 juta hektare saat ini.
Namun, ekspansi besar-besaran ini tidak lepas dari masalah. “Ekspansi sawit secara masif ini berkontribusi pada kerusakan lingkungan, deforestasi, dan perampasan tanah masyarakat adat,” ujar Uli, dalam acara Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun Buruh Perkebunan Sawit 2024, dihadiri InfoSAWIT, belum lama ini.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Kalbar Periode IV-Desember 2024 Melorot Rp 157,52/Kg
Dalam dua hingga tiga tahun terakhir, tren global menunjukkan adanya pergeseran menuju perlindungan lingkungan. Uni Eropa, misalnya, telah mengadopsi regulasi bebas deforestasi yang akan mulai berlaku pada Desember 2026. Regulasi ini mewajibkan komoditas yang masuk ke Eropa, termasuk minyak sawit, memenuhi standar bebas deforestasi dan legalitas.
“Waktu satu tahun menuju implementasi kebijakan ini akan berdampak besar, tidak hanya pada ekspansi sawit, tetapi juga pada produsen seperti Indonesia,” ungkap Uli. Meski demikian, ia menilai bahwa pemerintah Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi regulasi tersebut.
Walhi menyinggung bahwa negara-negara maju, termasuk Uni Eropa, turut berkontribusi pada kerusakan lingkungan di Indonesia melalui konsumsi komoditas. Namun, saat ini negara-negara tersebut justru memaksakan standar lingkungan ketat yang harus diikuti oleh negara produsen.
BACA JUGA: Presiden Prabowo: Kelapa Sawit Adalah Komoditas Strategis yang Harus Dijaga
“Penolakan pemerintah Indonesia terhadap regulasi ini menunjukkan kurangnya kesadaran bahwa tren global sekarang lebih berfokus pada perlindungan lingkungan,” kata Uli. Ia juga menyebutkan bahwa Inggris telah mengadopsi undang-undang serupa dan negara lain, seperti Amerika Serikat, sedang menyusun kebijakan terkait hak asasi manusia dan lingkungan.
Menurut Uli, kebijakan lingkungan internasional ini dapat memengaruhi pola investasi di sektor sawit Indonesia. “Investasi yang tidak memenuhi standar global mungkin akan sulit bertahan dalam beberapa tahun mendatang,” ujarnya.
Walhi mengimbau pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah strategis dalam menghadapi perubahan kebijakan global ini. “Kita perlu fokus pada keberlanjutan, bukan hanya kepentingan jangka pendek, agar Indonesia tetap relevan di pasar internasional tanpa mengorbankan lingkungan,” tutup Uli. (T2)