InfoSAWIT, JAKARTA – Sebagai primadona bisnis saat pandemi covid 19, bisnis minyak sawit dikenal sebagai bisnis yang tahan krisis. Berbagai strategi yang digunakan berhasil mendampuk keuntungan setiap tahunnya. Bahkan, kondisi ekonomi nasional yang hampir lumpuh, mampu terdongkrak melalui keberadaan bisnis minyak sawit yang masih berputar. Tahun 2023, bisnis sawit akan kembali menghadapi tantangan dari turunnya harga jual CPO karena turunnya permintaan pasar global.
Bisnis minyak sawit nasional yang masih menghasilkan pundi-pundi keuntungan bagi pemiliknya, menjadi gambaran kuat akan pondasi kokoh yang selalu menopang keberadaannya. Luasnya hamparan perkebunan kelapa sawit dan pemandangan hijau royo-royo sepanjang mata memandang, menjadi keseharian pemandangan saat bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Dekat dengan lingkungan nan asri dan komunitas masyarakat yang setiap harinya bekerjasama membangun perkebunan kelapa sawit, menjadi gambaran kondisi sosial yang sejahtera di berbagai perkebunan kelapa sawit. Kendati belum semua bisa menikmatinya, namun kesejahteraan masyarakat sekitar perkebunan kelapa sawit, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bisnis minyak sawit nasional.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Murah, Masih Terkena Pajak Ekspor
Tahun 2022 ini, bisnis minyak sawit mentah (CPO) mendapat perhatian besar dari masyarakat dunia termasuk Indonesia. Lantaran bisnis CPO sangat bergantung kepada pasokan produksi dan permintaan pasar, maka bisnis minyak sawit menjadi moncer. Sejak awal tahun, harga jual CPO merambat naik, hingga mencapai US$ 1.500/Ton. Akibatnya, berbagai produk turunannya seperti minyak goreng juga menjadi mahal harganya.
Minyak goreng sawit kemasan, sempat dijual seharga Rp. 25.000/liter dan mandapat beragam reaksi dan kecaman dari berbagai pihak. Hingga pada April 2022 lalu, Presiden Jokowi melarang ekspor CPO dan produk turunannya ke pasar luar negeri. Alhasil, stok CPO nasional melambung tinggi, dan harga jual Tandan Buah Segar (TBS) hasil petani kelapa sawit menjadi murah.
Ketika kran ekspor dibuka, penerapan regulasi Domestic Price Obligation (DPO) dan Domestic market Obligation (DMO), menjadi sandaran regulasi pemerintah dalam menyediakan pasokan minyak goreng sawit kepada masyarakat luas. Lantaran minyak goreng sawit masih menjadi kebutuhan utama masyarakat Indonesia yang sering disebut sembilan bahan pokok (sembako). Pemerintah menyediakan minyak goreng bagi masyarakat luas dengan harga terjangkau sebesar Rp. 14.000/liter.
BACA JUGA: Harga CPO Melonjak, Siapa Yang Untung?
Sempat terjadi stagnasi lantaran terbukanya kran ekspor menyaratkan DPO dan DMO yang harus terealisasi terlebih dahulu. Akibatnya, stok CPO nasional melonjak tinggi hingga mencapai lebih dari 5 juta ton. Di sisi lain, pasar global mengalami kekurangan suplai, lantaran CPO tidak bisa dijual ke pasar ekspor. Untungnya, pelaksanaan DPO dan DMO mendapat pembaharuan mekanisme dari Menteri Perdagangan yang baru, sehingga bisnis ekspor kembali berjaya.
Pusat Data Bisnis InfoSAWIT (PDBIS) memperkirakan harga rata-rata CPO sepanjang tahun 2022, berdasarkan data rata-rata CIFF Rotterdam dari Januari hingga Agustus sebesar US$ 1.330 per ton, dengan pertimbangan masih adanya krisis invasi Rusia ke Ukraina dan ketersediaan minyak goreng sawit murah bagi masyarakat, akan kembali mengalami penurunan harga hingga akhir tahun. Tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih berat, lantaran krisis ekonomi global yang bakalan terjadi akan berdampak signifikan terhadap permintaan pasar yang kembali menurun, sehingga harga jual CPO bakal kembali menurun dan stok CPO nasional akan berlimpah.
Penulis: Ignatius Ery Kurniawan / Pimred InfoSAWIT