InfoSAWIT, LONDON – Pada acara Amsterdam Declarations Partnership (ADP) Meeting di London, Rabu (10/5/2023), Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementan, Prayudi Syamsuri mengatakan bahwa, dialog itu menjadi langkah pertama Indonesia untuk membangun komunikasi intensif dalam memenuhi perubahan kebijakan yang dijalankan oleh China.
“Dialog ini sangat strategis sebagai langkah pertama untuk membangun komunikasi intensif dalam memenuhi perubahan kebijakan yang dijalankan oleh China sebagai negara konsumen utama kelapa sawit Indonesia,” katanya Dalam keterangan tertulis, Senin (15/5/2023).
Prayudi menjelaskan, Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di sisi lain, kata dia, China adalah negara importir terbesar kedua minyak kelapa sawit dan turunannya. Dengan kata lain, pasar China menjadi pasar yang harus dikelola dengan baik.
BACA JUGA: Indonesia Usulkan 5in1 Developing Smallholders Palm Oil Sustainable di ADP
“Pasar China tidak hanya memperhatikan rantai pasok dan stabilitas suplai minyak sawit Indonesia, tetapi juga harga minyak sawit, dengan mengimplementasikan prinsip keberlanjutan khususnya implementasi ISPO,” jelas Prayudi.
Untuk itu, lanjut dia, perlu terus meningkatkan perhatian terhadap pentingnya kelapa sawit berkelanjutan. Prayudi mengatakan, citra kelapa sawit Indonesia harus diperkuat dengan menggaungkan bahwa minyak kelapa sawit berlabel ISPO ini telah memenuhi keinginan konsumen, termasuk pemerintah China.
“Untuk itu, Indonesia harus segera mempercepat implementasi ISPO, baik ISPO perusahaan maupun ISPO pekebun yang telah diputuskan mandatory pada tahun 2025,” ucapnya.
BACA JUGA: Menggapai Nol Emisi Gas Rumah Kaca, Via GHG Protocol
Untuk diketahui, dalam kegiatan tersebut juga disepakati peningkatan kerja sama Indonesia dan China melalui memorandum of understanding (MoU). Kerja sama tersebut sebagai kesepahaman dalam rangka menyiapkan komoditas minyak sawit yang telah memenuhi prinsip keberlanjutan dan meningkatkan kapasitas SDM produsen.
Kemudian, meningkatkan pemahaman konsumen terhadap produk sawit Indonesia yang telah memenuhi prinsip keberlanjutan serta mengembangkan mekanisme insentif untuk membangun rantai pasok hijau. (T2)