InfoSAWIT, JAKARTA – Merujuk tulisan Jiang Yifan dari Chinadialogue, ternyata selama beberapa dekade terakhir pemerintah China telah melakukan berbagai upaya membangun perkebunan kelapa sawit, sebagai bagian dari usaha untuk memproduksi lebih banyak minyak nabati yang dihasikan dari perkebunan lokal, termasuk untuk memenuhi pasokan bahan baku guna memproduksi biofuel.
Baru-baru ini, di Hainan, sebuah tim ilmuwan yang telah bekerja selama lebih dari dua dekade, telah mengembangkan varietas kelapa sawit yang cocok untuk ditanam di China, dan kabarnya bisa untuk segera diaplikasikan untuk perkebunan secara komersial.
Sejatinya, tulis Jiang Yifan, penanaman kelapa sawit pertama di Cina untuk perkebunan skala kecil telah dimulai semenjak tahun 1926 silam, yang dikembangkan sekelompok orang Cina perantauan dimana bibitnya di impor dari negara di Asia Tenggara dan mulai ditanam di daerah seperti Hainan, di tepi utara China yang beriklim tropis.
BACA JUGA: Tersangka Kasus Perambahan Hutan Guna Dijadikan Kebun Sawit di Sumatera Barat Ditangkap
Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Hainan tercatat telah dilakukan dalam dua periode penanaman untuk skala besar, pertama pada periode tahun 1950-an dan 1960-an, kala itu terjadi kekurangan pasokan minyak nabati nasional.
Diungkapkan Kepala Kelompok Pengembangan Minyak Sawit di Institut Penelitian Karet Dari Akademi Ilmu Pertanian Tropis China, Zeng Xianhai, negara telah menghabiskan 100 juta yuan untuk mengimpor bibit kelapa sawit lantas menanamnya di daerah-daerah seperti Yunnan, yang kala itu sebanding dengan PDB tahunan beberapa kota kecil di akhir 1950-an. Pada tahun 1965, kembali dikembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 43.300 hektar, dan seluas 41.300 hektar di antaranya berada di Hainan.
Kata Zeng Xianhai, bibit kelapa sawit yang diimpor saat itu adalah varietas dengan hasil yang masih rendah, dengan buah bercangkang tebal, yang dikenal sebagai jenis dura.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik Tipis Pada Senin (3/6)
Lantaran, kurangnya pengetahuan budidaya, produksi kebun sawit saat itu tidak juga meningkat. Pada tahun 1950-an dan 1980-an, setiap mu (1/15 hektar, atau 666 meter persegi) lahan hanya menghasilkan 20 atau 30 kg minyak sawit mentah (CPO). Padahal untuk saat ini, negara produsen utama di Asia Tenggara produksinya mampu mencapai 270 kg CPO per mu.