Ekspor meningkat terus, saat ini menjadi tiga besar penghasil devisa, bahkan pernah nomor satu. Karena itu, dana sawit dari pungutan ekspor dapat dikembangkan dan dikembalikan untuk memperkuat industri sawit.
Kisah sukses ini yang menjadi intisari keputusan memperluas mandat BPDP, agar dapat membantu dana revitalisasi komoditas perkebunan lain. Untuk itu, pemerintah dapat melakukan beberapa hal sekaligus untuk menyelesaikan masalah kelembagaan kehutanan dan perkebunan, tumpang tindih masalah lahan, pendanaan, dan mendorong kembalinya kejayaan perkebunan Indonesia.
Pertama, membentuk Kementerian Kehutanan dan Perkebunan. Malaysia belajar dari Indonesia tahun 70-an dan membentuk Kementerian Perladangan dan Komoditi, yang mengurus perkebunan hulu dan hilir: sawit, sagu, kayu dan mebel, tembakau, kenaf, karet, jarak pagar, kakao, lada, dan biofuel. Malaysia memisahkan kementerian pangan dan perkebunan, serta lingkungan hidup dan kehutanan, untuk mengoptimalkan kontribusi ekonomi sektor perkebunan dan kehutanan bagi masyarakat dan negara.
BACA JUGA: Lima Pelaku Pencurian Sawit di PT Gunung Madu Plantation Diringkus
Menariknya, industri kayu dan mebel masuk di Kementerian Perladangan, karena perkebunan kayu dianggap sebagai fungsi budi daya/ekonomi. Sementara fungsi kehutanan konservasi (kawasan konservasi, taman nasional, dll) adalah lingkup lingkungan hidup.
Indonesia pernah mengadopsi konsep ini pada era Presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid, yaitu Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Kehutanan ini mengurus fungsi ekonomi hutan dan kayu, yang sama dengan perkebunan yang berbasis lahan, yaitu Hutan Produksi (HP) dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Kedua, meningkatkan tata kelola industri sawit, yang menjadi materi Rapat Terbatas Presiden pada 9 Juli. Inti masalah ini adalah adanya tumpang tindih lahan antara perkebunan sawit dan kehutanan, yang belum selesai dari tenggat akhir 2023. Terobosan penyelesaian seperti pelajaran dari Malaysia adalah fungsi ekonomi kehutanan yang dalam UU No. 20/2007 mengenai Tata Ruang, adalah fungsi budi daya, secara konsisten diperlakukan sama dengan perkebunan yang juga fungsi budi daya.
BACA JUGA: Pabrik Minyak Makan Merah di Musi Banyuasin Akan Tingkatkan Kesejahteraan Petani Sawit
Ini dapat dilakukan dengan menggabungkan fungsi pengelolaan dan kawasan budidaya HP dan HTI dengan Perkebunan, sesuai UU Tata Ruang. Untuk itu, perlu otoritas tunggal planologi nasional, dengan menggabungkan fungsi planologi dari Kehutanan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kementerian ini pada 2019 sudah menggabungkan fungsi Tata Ruang BPN dan Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum.