Ketiga, mendorong pengarusutamaan perubahan iklim, dengan mendirikan Kementerian Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup. Kementerian ini mengurus perubahan iklim, kawasan konservasi dan lindung, serta lingkungan hidup. Targetnya adalah pengurangan karbon pada 2030 dan net zero pada 2060, serta mengelola kawasan konservasi dan lindung paling tidak 40%—50% dari luasan daratan Indonesia, dari saat ini yang tidak sampai 30%.
Keempat, mengelola dana untuk pengembangan perkebunan dan kehutanan. Lembaga ini modal awal besar, yaitu mengombinasikan anggaran dana sawit yang sudah dikelola BPDP-KS, sekitar Rp30 triliun. Juga dana Rp2 triliun eks dana reboisasi untuk meningkatkan fungsi hutan produksi.
Revitalisasi perkebunan kakao dan kelapa, dibiayai dari pungutan ekspor atau impor, dalam rekening terpisah dari dana sawit, untuk mengembangkan dan peremajaan perkebunan rakyat kakao dan kelapa agar berkelanjutan.
BACA JUGA: Gajah Liar Masuk dan Merusak Kebun Sawit Petani di Muratara
Selama ini, kontribusi ekspor sektor Perkebunan sudah tinggi, tahun 2023 sekitar US$50 miliar, di mana 70% dari sawit. Lebih besar dari sektor migas yang sudah menjadi net importer. Perlu pembinaan lebih optimal agar dapat kontribusi lebih besar.
Dengan demikian, pemerintah baru nanti dapat dengan tenang melakukan program pengembangan sektor perkebunan dan fungsi ekonomi hutan, sekaligus menyelesaikan masalah tumpang tindih kehutanan dan perkebunan, untuk menuju Indonesia Emas yang berkelanjutan.
Disclaimer: Artikel merupakan pendapat pribadi, dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis serta tidak ada kaitannya dengan InfoSAWIT.