InfoSAWIT, KONAWE UTARA – Pagi itu, aula BKKBN di Kabupaten Konawe Utara tak seperti biasanya. Deretan kursi penuh oleh para pemangku kepentingan—mulai dari pejabat pemerintahan, petani sawit, hingga organisasi masyarakat sipil. Semua berkumpul dalam satu tujuan: mewujudkan pembangunan sawit berkelanjutan di wilayah yang dikenal sebagai salah satu lumbung sawit terbesar di Sulawesi Tenggara itu.
Suasana terasa hangat namun penuh harap. Konsultasi publik Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) resmi dimulai. Sebuah momen yang bukan hanya sekadar rapat, melainkan titik balik menuju tata kelola sawit yang lebih adil dan ramah lingkungan.
Sekretaris Daerah Konut, Safruddin, berdiri mewakili Bupati Ikbar. Ia menyampaikan bahwa RAD-KSB bukan hanya dokumen perencanaan, tetapi peta jalan bagi Konut dalam menjawab tantangan sawit hari ini dan masa depan. “Kita ingin RAD ini implementatif. Menjawab masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan sekaligus,” ucapnya dalam keterangan resmi ditulis InfoSAWIT, Selasa (22/4/2025).
Di balik gemerlap produksi sawit seluas 23.850 hektare, seperti yang dijelaskan Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Yuliatin, masih banyak tantangan yang perlu dituntaskan. Ia menyebut, dari lima persoalan krusial, mulai dari ketidaksesuaian kawasan, kurangnya akses jalan, minimnya bibit unggul, hingga lemahnya koperasi pekebun, semuanya menjadi pekerjaan rumah serius. Terlebih lagi, persoalan sertifikasi lahan dan kepemilikan yang belum tuntas masih menjadi ganjalan utama produktivitas sawit rakyat.
Namun, Pemkab Konut tak tinggal diam. Sejak 2023, langkah-langkah nyata mulai disusun. Keputusan Bupati Nomor 634/2023 menetapkan pembentukan Tim Pelaksana RAD-KSB dan sekretariatnya. Konsultasi dengan pemerintah pusat pun dilakukan untuk menyelaraskan RAD dengan Rencana Aksi Nasional (RAN-KSB).
“Rancangannya telah selesai. Disusun berdasarkan RPJMD Konut dan rencana strategis tiap dinas,” jelas Yuliatin. Dalam dokumen itu, tercermin kolaborasi lintas sektor yang mengarah pada reformasi menyeluruh tata kelola sawit di Konut.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Melorot Pada Senin (21/4), Harga Minyak Sawit di Bursa Malaysia Melemah
Dukungan tak hanya datang dari dalam pemerintahan. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) pun menyatakan komitmennya. Sabarudin, Ketua Umum SPKS, mengatakan bahwa langkah Pemkab Konut ini adalah tonggak sejarah. “Konut jadi kabupaten pertama di jazirah Sulawesi yang menyusun RAD. Ini patut diapresiasi,” ujarnya penuh semangat.
Lebih dari sekadar dukungan lisan, SPKS telah melakukan aksi nyata sejak 2023. Melalui program FAIR for ALL bersama Oxfam Indonesia, mereka membina 500 petani sawit, membangun koperasi, serta mendorong petani untuk memiliki dokumen legal seperti STDB. “Kami ingin membantu traceability petani, memperkuat koperasi, dan memastikan harga sawit lebih stabil,” tambah Sabarudin.
Gunawan, perwakilan SPKS yang turut menjadi tim penyusun RAD-KSB, memaparkan enam program strategis yang terangkum dalam rencana aksi. Mulai dari penguatan data petani, peningkatan kapasitas pekebun, pemantauan lingkungan, penyelesaian konflik agraria, hingga percepatan sertifikasi ISPO dan akses pasar.
BACA JUGA: Pasar Sawit Global Masih Diskriminatif
Langkah-langkah ini dirancang bukan hanya untuk petani besar atau korporasi. Justru, fokus utamanya adalah pemberdayaan petani kecil agar mereka bisa naik kelas—menjadi aktor utama dalam industri sawit yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Pertemuan hari itu ditutup dengan semangat yang menyala. Meski perjalanan masih panjang, Konut telah menapakkan kaki di jalur yang benar. RAD-KSB bukan sekadar simbol komitmen, tetapi cermin keseriusan sebuah kabupaten dalam menghadirkan masa depan sawit yang lestari dan mensejahterakan.
Sebagaimana dikatakan seorang peserta yang enggan disebut namanya, “Kalau kita bisa jaga hutan dan bantu petani dalam waktu yang sama, kenapa tidak?”
BACA JUGA: Di Balik Meja Perundingan, Indonesia dan Uni Eropa Sepakat Percepat Perjanjian Perdagangan CEPA
Konawe Utara telah memulainya. Kini, tinggal menunggu daerah lain di Sulawesi, bahkan Indonesia, mengikuti jejaknya. Sawit berkelanjutan bukan mimpi. Ia hanya butuh keberanian untuk melangkah. Dan Konut telah lebih dulu mengambil langkah itu. (T2)