Di sisi lain, persoalan pasar hanya bermuara dari selera dan kepentingan konsumen semata. Jika kurang berselera, maka konsumen dengan mudahnya memilih untuk tidak mengonsumsi minyak sawit. Terlebih bila menyangkut kepentingan nasional dari negara tujuan ekspor, dengan mudahnya, berbagai regulasi tarif dan non tarif diadakan, guna menghadang masuknya CPO dan produk turunannya.
Sebab itu, persoalan deforestasi dan HAM yang disuarakan parlemen Uni Eropa, bisa jadi merupakan selera konsumen dari masyarakat Uni Eropa. Keberadaan hutan belantara yang nyaris tak bersisa, menjadi sandaran utama akan adanya bahaya deforestasi yang akan melenyapkan habitat yang berada didalamnya termasuk kehidupan manusia pada akhirnya.
Terlebih persoalan HAM, yang penuh kepedihan dan berbagai tragedi kemanusiaan dalam sejarah Uni Eropa, juga menjadi catatan tersendiri bagi kehidupan masyarakat Uni Eropa. Sebab itu, kepedulian parlemen dan masyarakat Uni Eropa, harus pula mendapat apresiasi nyata dari produsen CPO di Indonesia.
Kepedulian parlemen dan masyarakat Uni Eropa, sejatinya dapat diselaraskan dengan keberadaan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang sudah memberikan sertifikasi bagi perusahaan perkebunan dan petani kelapa sawit. Sehingga, permintaan konsumen Uni Eropa, dapat terpenuhi dari jutaan CPO dan produk turunan, yang telah tersertifikasi berkelanjutan.
Selain itu, kemamputelusuran CPO dan produk turunannya juga dapat melibatkan petani kelapa sawit dalam mata rantai produksi hingga konsumsinya. Sehingga, kerja keras petani kelapa sawit mendapatkan apresiasi dari harga premium yang dibayar konsumen Uni Eropa. Sehingga, keingan konsumen dapat terpenuhi dengan produksi CPO yang tidak terlibat deforestasi dan pelanggaran HAM.
Disinilah, peranan dari berbagai pihak dibutuhkan, guna mendorong adanya pemenuhan produksi sesuai selera konsumen. Tak hanya beretorika semata, tetapi memiliki kemampuan pula menyelaraskan kebeutuhan konsumen dengan proses produksi yang sudah dilakukan secara berkelanjutan selama ini. Lantaran produksi minyak sawit berkelanjutan masih menumpuk, sedangkan konsumen yang menuntut selama ini tak kunjung menaikkan permintaannya.
BACA JUGA: Pasar Ekspor Minyak Nabati Bergeliat: Hati-hati Terjadi Turunnya Permintaan Minyak Sawit
Namun, produsen CPO dan produk turunannya juga harus bersiap diri, lantaran tuntutan akan adanya ketidak terlibatan deforestasi dan pelanggaran HAM ini, dapat pula menjadi peluang besar bagi masyarakat Uni Eropa yang akan menjadikannya sebuah standar keamanan baru bagi minyak sawit, sehingga dibutuhkan sertifikasi baru yang akan menambah biaya produksi CPO pada ujungnya.
Penulis: Ignatius Ery Kurniawan / Pimred InfoSAWIT