InfoSWIT, JAKARTA – Parlemen Uni Eropa Telah memberikan persetujuan untuk undang-undang baru yang mengintensifkan persyaratan penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF), hanya saja sawit dan kedelai tidak memenuhi kriteria dalam program ini.
Anggota Parlemen Eropa (MEP) pada 13 September 2023 lalu menyetujui undang-undang baru yang meningkatkan persyaratan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) di Uni Eropa, namun membatasi jenis bahan baku bahan bakar apa yang dapat dibuat.
Sebelumnya anggota Parlemen Eropa pada Juli 2022 lalu telah mengadopsi rancangan aturan undang-undang tersebut, yang dikenal sebagai inisiatif ReFuelEU. ReFuelEU merupakan bagian dari paket Fit for 55, yang merupakan rencana Uni Eropa untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) setidaknya 55 persen pada tahun 2030 jika dibandingkan dengan baseline pada tahun 1990 dan mencapai net-zero pada tahun 2050.
BACA JUGA: Mengenal Silika (Si) Mirip Hara Makro: Mengontrol Sifat Kimia dan Biologi Tanah
Parlemen Eropa pada bulan April 2023 mengumumkan bahwa kesepakatan politik telah dicapai atas proposal ReFuelEU. Perjanjian tersebut kini telah secara resmi diadopsi oleh Parlemen Eropa.
Peraturan penerbangan ReFuelEU yang baru mewajibkan bandara dan pemasok bahan bakar Uni Eropa untuk memastikan bahwa setidaknya 2 persen bahan bakar penerbangan bersifat “ramah lingkungan” pada tahun 2025. Persyaratan ini meningkat hingga 6 persen pada tahun 2030, 20 persen pada tahun 2035, 34 persen pada tahun 2040, 42 persen pada tahun 2045, dan 70 persen pada tahun 2050.
Peraturan tersebut juga mengharuskan sebagian campuran bahan bakar terdiri dari bahan bakar sintetis, seperti minyak tanah. Kebutuhan bahan bakar sintetis ditetapkan sebesar 1,2 persen pada tahun 2030, 2 persen pada tahun 2032, 5 persen pada tahun 2035 dan secara bertahap mencapai 35 persen pada tahun 2050.
BACA JUGA: Malaysia Ekspansi Lembaga Penelitian Sawit ke Tiongkok
Dikutip InfoSAWIT dari Ethanol Producer, aturan ReFuelEU mendefinisikan SAF mencakup bahan bakar sintetis, biofuel tertentu yang dihasilkan dari residu pertanian atau kehutanan, alga, limbah hayati, minyak goreng bekas, atau lemak hewani tertentu. Bahan bakar jet daur ulang yang dihasilkan dari limbah gas dan limbah plastik juga dianggap “ramah lingkungan”.