InfoSAWIT, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) merasa senang lantaran penentangannya sejak tahun 2022 terhadap Peraturan Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) untuk sejumlah besar produk pertanian, terutama minyak sawit, telah didukung oleh pemerintah dan asosiasi bisnis di seluruh dunia.
Minggu lalu, pemerintah AS dan produsen pertanian mendesak Uni Eropa (UE) untuk menunda pemberlakuan EUDR yang dijadwalkan mulai berlaku pada 31 Desember, untuk melarang impor produk pertanian yang diproduksi dari lahan yang mengalami penggundulan hutan (deforestasi) setelah Desember 2020.
Amerika Serikat mendukung kekhawatiran negara-negara Asia, Amerika Selatan, dan Afrika bahwa EUDR akan secara tajam meningkatkan beban administratif yang dibebankan pada petani kecil karena persyaratan untuk membuktikan bahwa produk impor tidak berasal dari daerah gundul, dengan mengandalkan data geologi dan satelit.
BACA JUGA: BPDPKS Dorong Kesetaraan dan Nondiskriminasi Gender dalam Industri Sawit
Kita dapat membayangkan prosedur birokrasi yang rumit dan berbelit-belit yang harus dipenuhi dalam uji tuntas yang komprehensif dan kewajiban ketertelusuran yang ketat.
Bahkan di dalam Uni Eropa sendiri, menteri pertanian dari sekitar 20 negara anggota – yang dipimpin oleh Austria dan Finlandia – memperingatkan pada bulan April bahwa EUDR akan menciptakan hambatan birokrasi baru bagi sektor pertanian yang berisiko merugikan investasi dan mendistorsi persaingan.
Ketua Gapki Eddy Martono mengatakan, akibat meluasnya ketidakpuasan terhadap batas waktu pelaksanaan dan berbelitnya parameter EUDR, maka diperkirakan persyaratannya akan semakin diperjelas dan pelaksanaannya akan tertunda.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Turun pada Jumat (5/7), Justru Harga CPO Mingguan Naik 3 Persen
Penundaan akan memungkinkan anggota parlemen Uni Eropa untuk meningkatkan kejelasan tentang kriteria terperinci dan memungkinkan pihak-pihak yang terkena dampak, seperti negara-negara produsen dan perusahaan pengimpor di Uni Eropa, untuk bersiap mematuhi persyaratan.
Indonesia, produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, telah gencar berkampanye menentang EUDR bukan karena ketidaktahuan mengenai deforestasi, tetapi karena penerapan peraturan tersebut tidak layak secara teknis maupun administratif, terutama oleh sekitar enam juta petani kecil kelapa sawit di negara ini dan ratusan juta petani lainnya di Afrika, Amerika Latin, dan Asia.