InfoSAWIT, KUTAI BARAT – Puluhan warga Desa Lakan Bilem, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, menghadapi ancaman penggusuran lahan mereka oleh perusahaan sawit. Tanah seluas ratusan hektar yang menjadi sumber kehidupan mereka kini telah dipatok tanpa persetujuan, memicu protes keras dari masyarakat setempat.
Amsal, mantan Camat Nyuatan yang kini mengalami kesulitan komunikasi akibat penyakit stroke, mengungkapkan keresahan hatinya. “Lahan saya dan keluarga, sekitar 125 hektar, sudah dipatok tanpa sepengetahuan kami. Katanya masuk izin usaha perkebunan sawit, tetapi kami tidak pernah diberi sosialisasi,” kata Amsal dikutp InfoSAWIT dari KBRN RRI, Jumat (6/12/2024).
Menurutnya, perusahaan sawit bernama PT WAL tidak hanya lalai dalam melakukan sosialisasi, tetapi juga melibatkan pihak lain untuk mematok tanah yang bukan miliknya. “Ini namanya menghilangkan hak masyarakat sepihak. Jika ini dibiarkan, konflik pasti akan terjadi,” ujarnya.
BACA JUGA: Kementan Sosialisasi Permentan Nomor 13 Tahun 2024, Perkuat Kemitraan Pekebun Sawit
Warga Desa Lakan Bilem telah membentuk paguyuban “Sempekat Dayeeq Bersatu” dengan nama adat Tumenggung Setia Raja Raikng Garuda Hutan (TSR-RGH). Organisasi ini, yang kini mencakup puluhan anggota dengan total lahan hampir 1.000 hektar, menyatakan sikap tegas menolak keberadaan perusahaan sawit di wilayah mereka.
Kamarudin, Ketua TSR-RGH, menyoroti minimnya sosialisasi dari perusahaan dan pengalaman buruk masyarakat setempat terkait pembagian hasil plasma yang sering tidak transparan. “Perusahaan selalu bilang, nanti masyarakat dapat untung dari plasma. Tapi kenyataannya, hanya janji di awal, ujung-ujungnya masyarakat yang menangis,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa sebagian besar lahan yang dipatok, termasuk di Lakan Bilem dan desa-desa sekitar seperti Intu Lingau dan Sembuan, belum memiliki kejelasan. “Kami menolak menyerahkan tanah kami, karena itu adalah tempat kami bekerja, tinggal, dan menjaga warisan leluhur kami,” tegas Kamarudin.
Paulina Sente, seorang warga Dayak, berbagi kisah serupa. Ia mengaku pernah berurusan dengan perusahaan sawit hingga ke pengadilan, tetapi tetap kalah. “Kami tidak mau lagi jadi korban. Tanah ini adalah warisan nenek moyang yang harus kami jaga. Kami hanya berharap pemerintah membantu kami,” katanya penuh harap.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Kampung Lakan Bilem, Sukran, belum memberikan tanggapan atas penolakan warganya terhadap rencana ekspansi sawit tersebut.
Masyarakat Lakan Bilem berharap ada perhatian dari pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, untuk melindungi hak tanah mereka. “Kami ini masyarakat kecil, tapi kami tidak akan menyerah,” ujar Amsal. (T2)