InfoSAWIT, JAKARTA – Hubungan strategis Indonesia dan Prancis mendapatkan sorotan baru melalui kunjungan armada kapal induk Prancis ke Indonesia. Dalam acara Video Teleconference bersama Komandan France Carrier Strike Group yang digelar di kediaman Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Fabien Penone, pada Selasa (21/1/2025), berbagai isu strategis dibahas untuk memperkuat kemitraan kedua negara.
Acara ini turut dihadiri oleh Tenaga Ahli Madya Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Luigi Pralangga, Christopher Nugroho, serta pejabat dari Kementerian Pertahanan (Kemhan), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Polri, dan pimpinan industri pertahanan Prancis.
Duta Besar Fabien Penone menegaskan komitmen Prancis untuk terus mempererat hubungan bilateral. Fokus kerja sama mencakup pembiayaan proyek pembangunan hingga alih teknologi di sektor pertahanan.
BACA JUGA: Pelaku Usaha Pakistan Minta Indonesia Tak Buru-Buru Terapkan Mandatori Biodiesel B40
“Kami berkomitmen untuk meningkatkan kemitraan yang berkelanjutan, baik melalui kerja sama teknis, alih teknologi, maupun dukungan strategis lainnya,” ujar Penone dilansir infoSAWIT dari laman resmi KSP, dikutip Rabu (22/1/2025).
Armada kapal induk Prancis dijadwalkan singgah di Bali dan Lombok sebelum kembali ke Prancis. Kehadiran mereka mencerminkan hubungan strategis kedua negara dalam menjaga stabilitas kawasan, terutama di Indo-Pasifik.
Meski hubungan bilateral terjalin erat, isu minyak sawit masih menjadi ganjalan. Prancis dikenal sebagai salah satu negara Uni Eropa yang menentang impor minyak kelapa sawit. Sebagai produsen minyak nabati terbesar di Uni Eropa, Prancis kerap dianggap melindungi industri domestiknya dengan menolak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel.
Menurut Muhammad Aditya Pradhana dalam jurnalnya berjudul “Analisis Perubahan Sikap Uni Eropa Terhadap Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia”, sikap Prancis ini terkait dengan perlindungan kepentingan agrikulturnya. Prancis sukses menjadi penghasil bahan baku biofuel terbesar di Uni Eropa, tetapi tingkat penggunaannya masih rendah, hanya mencapai 16,6% pada 2018, jauh dari target 23% pada 2020.
Kunjungan armada kapal induk ini diharapkan membuka peluang baru, tidak hanya dalam sektor pertahanan tetapi juga untuk dialog terkait isu strategis seperti minyak sawit. Kerja sama alih teknologi dari Prancis dapat membantu Indonesia meningkatkan keamanan maritim dan mendukung kemandirian industri.
Namun, keberhasilan hubungan ini juga bergantung pada bagaimana kedua negara dapat menemukan titik temu terkait tantangan perdagangan dan keberlanjutan, termasuk pada komoditas strategis seperti minyak sawit. (T2)