InfoSAWIT, JAKARTA – Indonesia berada di ambang masa keemasan pada tahun 2045, dengan kick-off yang telah dimulai sejak lama. Saat ini, sudah berada di tahun 2024, memberikan sekitar waktu 21 tahun untuk mempersiapkan masa depan yang gemilang. Sebagai penerus bangsa, perlu memiliki tanggung jawab untuk memikirkan bukan hanya masa depan personal, tetapi juga masa depan masyarakat, lingkungan, dan keberlanjutan negara.
Salah satu aspek positif yang dapat diapresiasi adalah peningkatan jumlah penerima beasiswa sawit. Pada tahun 2022, terdapat 1.000 mahasiswa yang menerima beasiswa ini, dan pada tahun 2023, jumlahnya meningkat kembali menjadi 2.000 mahasiswa yang tersebar di seluruh Indonesia. Meskipun terdapat ketimpangan alokasi di beberapa daerah, ini dapat dianggap sebagai langkah positif.
Namun, proyeksi alokasi untuk tahun 2024 sebanyak 3.000 mahasiswa masih jauh dari harapan, terutama jika dibandingkan dengan pernyataan Kementerian Pertanian RI yang menginginkan “10.000 Mahasiswa” penerima beasiswa sawit.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Pada Selasa (30/1) Withdraw, Penawaran Tertinggi Rp. 11.800/Kg
Pdahal beasiswa sawit memiliki potensi besar untuk melahirkan generasi terbaik di industri yang menjadi penyumbang terbesar pajak di Republik ini. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya upaya bersama dan keterlibatan lebih banyak pihak.
Meningkatkan Kualitas Mahasiswa Sawit
Sebagai langkah konkrit, Perguruan Tinggi yang terafiliasi dengan beasiswa sawit dapat lebih fokus pada peningkatan kualitas mahasiswa. Selain mengejar karir di industri, mahasiswa juga perlu diberdayakan untuk berperan lebih aktif dalam panggung global. Dua aspek yang perlu diperhatikan adalah penguatan bahasa asing dan studi banding.
Setidaknya para mahasiswa perlu memahami pentingnya penguasaan bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Mandarin, yang relevan dengan industri sawit. Inisiasi kelas tambahan atau kursus bahasa asing dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam bahasa-bahasa tersebut. Keterampilan bahasa asing yang baik akan memberikan keunggulan kompetitif di panggung global.
BACA JUGA: Petani Sawit Swadaya Anggota Koperasi Produsen Karya Desa Mandiri Peroleh STDB
Lantas, Perguruan Tinggi sawit dapat mengadakan program studi banding ke negara-negara tetangga yang memiliki pengalaman panjang dalam industri sawit. Malaysia, sebagai contoh, dapat menjadi destinasi studi banding yang efisien karena biaya transportasi yang lebih rendah. Program ini tidak hanya memberikan pengalaman langsung tetapi juga dapat menjadi strategi pemasaran bagi PT untuk menarik minat calon mahasiswa.