InfoSAWIT, JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto menetapkan target ambisius untuk mewujudkan bahan bakar ramah lingkungan berupa biodesel (B100), meskipun masih menuai berbagai kontroversi. Langkah ini menjadi penegasan kuat terhadap program unggulan Kementerian Pertanian yang sempat terhenti, namun memiliki dampak yang potensial bagi ekonomi dan lingkungan. Wujudnya akan memberikan keunggulan bagi Indonesia dalam perang dagang internasional, terutama melawan Uni Eropa, serta berpotensi besar untuk meningkatkan devisa dan pendapatan petani serta perusahaan kelapa sawit secara signifikan.
Realisasi B100 menghadapi tantangan besar dalam hal produksi bahan baku utama, yakni minyak kelapa sawit. Diperlukan sekitar 92 juta ton/tahun, sementara produksi saat ini baru mencapai 50 juta ton pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, diperlukan tambahan produksi sekitar 43 juta ton, yang dapat dicapai melalui peningkatan produksi per hektar dan penambahan luas tanam.
Luas kebun kelapa sawit di Indonesia mencapai 16.833.985 hektar pada tahun 2023, dengan perkiraan akan mencapai lebih dari 17 juta hektar pada tahun 2024. Potensi ini dapat ditingkatkan melalui berbagai strategi, seperti replanting dengan bibit unggul dan pemanfaatan land bank yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Program ini diharapkan dapat menghasilkan bibit yang unggul secara konsisten pada tahun 2027, dengan potensi produksi yang ditingkatkan hingga 30-40 ton tandan buah segar (TBS) per hektar per tahun, atau setara dengan 7.5-12 ton minyak sawit per hektar per tahun.
Teknologi baru dalam bidang agronomi, seperti Manajemen Akar dan Kanopi, menjanjikan peningkatan produktivitas mencapai 30-80%. Ini menjadi kunci dalam mendekati potensi produksi maksimal, meskipun realisasi saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Dukungan infrastruktur seperti transportasi dan jalan juga menjadi krusial dalam mendukung peningkatan produksi.
Indonesia memiliki keunggulan teknologi rekayasa agronomi dan biokimia yang dapat mengubah minyak kelapa sawit menjadi biodiesel dan biofuel secara efisien. Keunggulan ini tidak hanya memperkuat kedaulatan energi negara, tetapi juga menjadi alat diplomasi yang kuat dalam menghadapi hambatan perdagangan internasional.
Meskipun masih dihadapkan pada sejumlah tantangan ekonomi, politik, dan teknis, implementasi B100 memiliki potensi besar untuk mengubah lanskap energi Indonesia secara signifikan. Diperlukan kolaborasi lintas sektor, inovasi teknologi, serta komitmen pemerintah untuk mewujudkan visi ini menjadi nyata. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan lembaga keuangan, akan menjadi kunci keberhasilan implementasi program ini dalam meningkatkan produksi kelapa sawit dan menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan yang berkelanjutan.
BACA JUGA: Berbagai Negara Turut Dalam Kolaborasi Global untuk Perkebunan Sawit Rakyat Berkelanjutan
Pemanfaatan biofuel, khususnya biodiesel 100% (B100), sebagai alternatif minyak diesel fosil telah menjadi isu utama di Indonesia. Meskipun pemerintah telah melakukan langkah awal dengan uji coba sejak 2019, implementasi program ini tidak lepas dari tantangan yang signifikan.