InfoSAWIT, SULAWESI TENGGARA — Sulawesi Tenggara tercatat sebagai provinsi penghasil sawit terbesar ketiga di Pulau Sulawesi, dengan luas perkebunan mencapai sekitar 59 ribu hektar, berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2023. Perkebunan kelapa sawit di wilayah ini tersebar di beberapa kabupaten, seperti Konawe, Kolaka, Muna, Konawe Utara, Muna Barat, Bombana, dan Kolaka Timur.
Pertumbuhan sektor kelapa sawit di provinsi ini didorong oleh ketersediaan lahan dan minat masyarakat untuk memperluas perkebunan, yang juga diperkuat dengan berdirinya delapan pabrik kelapa sawit di Sulawesi Tenggara. Namun, para petani kecil di sektor kelapa sawit masih menghadapi berbagai tantangan, seperti masalah legalitas lahan, bibit berkualitas rendah, akses pasar terbatas, produktivitas rendah, serta akses terbatas terhadap sarana dan prasarana seperti pupuk dan herbisida.
Plt. Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sulawesi Tenggara, Arwan, menegaskan komitmen SPKS dalam meningkatkan kapasitas petani sawit. Organisasi ini memberikan pelatihan Good Agricultural Practice (GAP) melalui sesi langsung di lapangan, dengan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan seperti PT Sultra Prima Lestari (SPL) dan PT Tani Prima Makmur untuk memperkuat keterampilan petani.
BACA JUGA: Menteri ESDM Optimistis Program Biodesel B40 Mulai 1 Januari 2025
Pada 21–31 Oktober 2024, SPKS melaksanakan pelatihan bagi sekitar 100 petani di lima desa di Kabupaten Konawe Utara. Program ini mencakup teori dan praktik GAP, dipandu oleh pelatih berpengalaman dari Institut Pertanian STIPER (INSTIPER) Yogyakarta. Sesi pelatihan meliputi identifikasi hama dan penyakit, teknik pemupukan yang baik, serta standar teknik panen yang dilakukan langsung di lapangan.
Arwan menekankan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk menanamkan praktik terbaik kepada para petani yang sebelumnya belum mengikuti standar GAP. “Dengan pelatihan ini, petani memperoleh pengetahuan penting yang memungkinkan mereka menerapkan standar GAP dalam mengelola kebun mereka,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip InfoSAWIT, Kamis (7/11/2024).
Ketua Umum SPKS, Sabarudin, mengungkapkan bahwa saat ini fokus utama SPKS adalah meningkatkan produktivitas anggotanya. Saat ini, rata-rata petani sawit swadaya menghasilkan di bawah 12 ton Tandan Buah Segar (TBS) per hektar per tahun, jauh dari target ideal 20 ton TBS per hektar per tahun, dengan produksi CPO di atas 3 ton per hektar per tahun.
BACA JUGA: Konferensi Minyak Sawit Indonesia Ke-20 Dihantui Pengungkapan Perusahaan Sawit Ilegal
“Salah satu kendala utama terletak pada penerapan GAP yang tepat, terutama dalam hal pemupukan. Banyak petani belum melakukan pemupukan dengan benar atau bahkan tidak memupuk sama sekali, padahal pemupukan yang tepat sangat penting bagi kelapa sawit,” katanya.
Melalui pelatihan yang berkelanjutan, SPKS berupaya mendorong budaya penerapan GAP di kalangan petani. Hal ini penting, mengingat pemerintah berencana meningkatkan produksi CPO untuk program biodiesel dari B35 menjadi B50, yang akan membutuhkan tambahan sekitar 6 juta ton CPO setiap tahunnya. Maka dari itu, perlu dioptimalkan produktivitas perkebunan kelapa sawit swadaya yang mencakup sekitar 6,9 juta hektar di seluruh Indonesia. (T2)