InfoSAWIT, JAKARTA – Rencana pemerintah mengalokasikan 20 juta hektare hutan untuk kebutuhan pangan dan energi memicu kritik tajam dari berbagai pihak. Aliansi masyarakat sipil menilai langkah ini tidak realistis secara ekonomi maupun ekologis, terutama karena berpotensi memperburuk deforestasi dan menambah beban lingkungan.
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan per 5 Desember 2024, lahan tersebut akan digunakan untuk mendorong swasembada energi melalui pengembangan bioenergi, termasuk biodiesel B40. Namun, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran terkait konflik penggunaan lahan antara kebutuhan pangan dan energi.
Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, menyoroti bahwa pengembangan bioenergi, seperti kelapa sawit, harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Riset Satya Bumi menunjukkan batas maksimal penggunaan lahan sawit di Indonesia adalah 18,15 juta hektare, sementara luas perkebunan sawit saat ini sudah mencapai 17,77 juta hektare.
BACA JUGA: BGA Group Luncurkan Sekolah Desa Berdaya, Dorong Kemandirian Masyarakat di 114 Desa
“Jika rencana perluasan 20 juta hektare ini dijalankan, luasan perkebunan sawit bisa melebihi daya dukung lingkungan. Hal ini akan memperparah kerusakan ekosistem dan mengancam keberlanjutan biodiversitas serta kehidupan manusia,” ungkap Andi dalam keterangan resmi ditulis InfoSAWIT, Minggu (26/1/2025).
Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch, menambahkan bahwa tren alih fungsi lahan pangan menjadi perkebunan sawit semakin mengkhawatirkan. Di era pemerintahan sebelumnya (2015–2024), sebanyak 698.566 hektare lahan pangan telah dikonversi menjadi perkebunan sawit.
“Lahan pangan yang tersisa semakin terancam, dan jika konversi terus terjadi, hal ini akan mengganggu sistem ketahanan pangan nasional,” tegas Surambo. Ia juga menyoroti bahwa kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) belum efektif menghentikan alih fungsi lahan pangan.
BACA JUGA: Pelaku Usaha Pakistan Minta Indonesia Tak Buru-Buru Terapkan Mandatori Biodiesel B40
Selain biodiesel, pemerintah juga mendorong biomassa kayu sebagai sumber energi. Namun, pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk biomassa justru terbukti menyebabkan deforestasi. Amalya Reza Oktaviani, Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia, menjelaskan bahwa produksi biomassa untuk pasar ekspor telah mengorbankan hutan alam dan mengancam masyarakat adat.