InfoSAWIT, SANUR – Direktur Konservasi WWF Indonesia, Dewi Lestari Yani Rizki, menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak dalam menghadapi tantangan industri kelapa sawit. Hal ini disampaikan dalam Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan (International Conference on Oil Palm and Environment/ICOPE) ke-7 yang digelar di Sanur, Bali, 12-14 Februari 2025.
ICOPE 2025, yang mengusung tema “Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit: Menuju Pertanian yang Ramah Iklim dan Lingkungan”, menjadi platform strategis bagi pemerintah, perusahaan, akademisi, dan LSM untuk mencari solusi konkret dalam meningkatkan keberlanjutan industri sawit.
Dewi Lestari menjelaskan bahwa industri sawit saat ini menghadapi tantangan kompleks, mulai dari tekanan pasar global hingga tuntutan praktik berkelanjutan. “ICOPE menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan, berdiskusi, dan berkolaborasi. Ini sejalan dengan upaya WWF Indonesia selama lima tahun terakhir dalam mendorong praktik sawit berkelanjutan,” ujarnya saat memberikan pidato pada acara tersebut yang dihadiri InfoSAWIT pada Rabu (12/2/2025).
WWF Indonesia telah terlibat dalam berbagai studi dan proyek percontohan sejak 2017, termasuk kerja sama dengan pemerintah dan perusahaan untuk mengembangkan standar keberlanjutan. “Kami juga bekerja sama dengan universitas untuk melakukan penelitian dan mendorong inovasi teknologi di industri sawit,” tambah Dewi.
Salah satu fokus utama WWF Indonesia adalah meningkatkan kapasitas petani kecil, yang mengelola lebih dari 40% perkebunan sawit di Asia. “Inklusivitas dan pemberdayaan petani kecil adalah kunci transformasi agro-ekologis. Mereka perlu didukung dengan akses teknologi, pembiayaan, dan pasar,” tegas Dewi.
WWF juga mendorong adopsi konsep natural capital transformation, di mana sawit tidak hanya dipandang sebagai komoditas, tetapi juga sebagai aset bernilai tinggi di pasar global. “Mekanisme seperti kredit karbon dan biodiversity offsets bisa menjadi peluang strategis bagi industri sawit,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Dewi juga menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan LSM dalam merumuskan kebijakan yang mendukung keberlanjutan. “Berdasarkan data dan penelitian, kami terlibat dalam agenda pemerintah untuk meningkatkan kebijakan, termasuk regulasi tentang deforestasi dan emisi karbon,” jelasnya.
WWF Indonesia berharap, ICOPE 2025 dapat menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi dan menghasilkan solusi inovatif bagi industri sawit. “Kami mengajak semua pihak untuk mengambil peran aktif dalam menerapkan praktik berkelanjutan. Ini bukan hanya tanggung jawab perusahaan besar, tetapi juga petani kecil dan pemangku kepentingan lainnya,” tutup Dewi.
ICOPE 2025 diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan dan inisiatif konkret yang mendorong transformasi agro-ekologis di industri sawit. Dengan kolaborasi yang kuat, sawit Indonesia tidak hanya bisa mempertahankan posisinya sebagai produsen terbesar dunia, tetapi juga menjadi contoh keberlanjutan global.
“Mari kita jadikan sawit sebagai kekuatan untuk kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan,” pesan Dewi Lestari kepada seluruh peserta ICOPE 2025. (T2)