InfoSAWIT, JAKARTA – Penerapan sawit berkelanjutan sudah menjadi tuntutan umum, tak hanya di domestik Indonesia pada tingkat global pun menerapkan hal serupa. Hanya saja, penerapan prinsip berkelanjutan itu tidak lagi berkiblat pada skim sawit berkelanjutan yang sudah merebak.
Pemerintah Indonesia meyakini, bahwa penerapan sawit berkelanjutan merupakan langkah wajib yang harus dilakukan hanya saja standar yang patut menjadi acuan bukan lagi pada model skim tertentu, tetapi pada kesepakatan global tingkat negara yang diakui.
Apalagi kelapa sawit menjadi komoditas yang penting bagi pemerintah karena mampu menghasilkan devisa, mengembangkan komoditas dengan keunggulan komparatif, dan berkontribusi positif terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga sektor ini memiliki peran penting dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 2015-2030.
BACA JUGA: Sawit Sumbang 81 Persen dari Total Nilai Ekspor Hasil Perkebunan yang Capai US$ 36,55 milyar
Sebab itu sektor ini mesti terus didorong agar sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan berkontribusi dalam pencapaian SDGs 2015-2030 yang digunakan sebagai panduan bagi negara maju dan berkembang dalam mengimplementasikan ekonomi berkelanjutan.
Sejak tahun 2011, pemerintah juga telah mendorong industri sawit agar mengedepankan prinsip berkelanjutan melalui sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, yang dikenal dengan istilah Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Tujuannya untuk memperkenalkan pengelolaan yang lestari pada industri kelapa sawit, sehingga dapat menjaga manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara jangka panjang.
Saat ini, pemerintah sedang mempertimbangkan penguatan ISPO dengan meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs 2015-2030 di dalam prinsip dan kriteria ISPO. Adapun, prinsip dan kriteria ISPO yang saat ini dimiliki telah sejalan dengan 12 dari 17 tujuan dari SDGs 2015-2030, khususnya pertumbuhan inklusif dan pengentasan kemiskinan. Masih banyak ruang untuk meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs 2015-2030 ke dalam prinsip dan indikator ISPO kedepan.
BACA JUGA: Harga Minyak Sawit di Bursa Malaysia Naik 0,26 Persen, Terkerek Harga Minyak Nabati Lain
Sayangnya dalam proses perjalanannya, ISPO masih saja dianggap lamban dan jauh dari pencapaian yang diharapkan, berbagai kendala terus muncul padahal penerapan ISPO akan berlaku wajib baik itu bagi pelaku usaha maupun petani kelapa sawit.