InfoSAWIT, JAKARTA – Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBun), Prayudi Syamsuri, menyoroti capaian sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang masih tertinggal, dengan hanya mencakup 37,08 persen dari target yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh luas lahan yang baru tersertifikasi sebesar 5,6 juta hektar. Untuk mengatasi kendala ini, fokus utama saat ini adalah pada peningkatan kelembagaan dalam industri sawit.
Prayudi menegaskan komitmen PPHBun untuk memperkuat kelembagaan sebagai langkah strategis dalam menghadapi tantangan mencapai target ISPO yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, dia mengajukan permohonan kepada Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk memberikan dukungan pembiayaan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). “Kelompok pekebun yang telah melakukan proses ISPO diharapkan mendaftar sesuai dengan program Sarana dan Prasarana (Sarparas),” katanya dalam Diskusi Publik dan Konferensi Pers yang diadakan SPKS pada Rabu (3/4/2024) di Jakarta dihadiri InfoSAWIT.
Dalam upaya optimalisasi penggunaan dana, Prayudi menekankan pentingnya mengusulkan target-target secara tepat dan efisien. Proses ini akan mendapatkan pengawalan langsung dari pihak terkait untuk memastikan kelancaran dan efektivitasnya.
BACA JUGA:
Prayudi juga menyoroti pentingnya revisi dalam implementasi ISPO. Pembahasan ini mencakup aspek hilir tanaman sawit dan menyesuaikan status ISPO menjadi mandatory atau voluntary. Dia berharap bahwa proses revisi peraturan oleh Kementerian Pertanian dapat mempercepat penyelesaian, sehingga ISPO dapat diterapkan secara lebih luas dan efektif.
“Model penilaian akan terus disempurnakan untuk mengurangi biaya dan mempercepat proses sertifikasi ISPO, sehingga beban BPDPKS dapat dikurangi dan dialihkan ke koperasi lainnya,” tandas dia. (T2)