InfoSAWIT, JAKARTA — Mekanisme Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), yang selama ini menjadi instrumen penting dalam melindungi hak-hak masyarakat adat dan lokal atas tanah dan sumber daya alam, kini menghadapi ancaman serius. Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Sawit Watch, Selasa, perhatian tertuju pada kemungkinan pelemahan prinsip FPIC dalam revisi standar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Isu ini memicu kekhawatiran di kalangan pegiat hak masyarakat adat dan pekerja sawit.
FPIC selama ini memungkinkan masyarakat adat dan lokal untuk menyuarakan hak mereka sebelum lahan dieksploitasi oleh perusahaan besar. Namun, dalam draft konsultasi terbaru standar RSPO, prinsip ini sempat dihapus, memicu kekhawatiran bahwa hak-hak masyarakat akan semakin terpinggirkan.
Marcus Colchester, anggota Board of Governors RSPO dan pakar hak asasi manusia, mengutarakan kekhawatirannya terhadap langkah ini. “Tidak benar bahwa FPIC telah dihapus dari versi saat ini. Seperti yang saya jelaskan dalam seminar, FPIC telah dikembalikan ke teks revisi yang akan dipresentasikan kepada anggota RSPO. Terima kasih telah menanggapi masalah ini.,” ujarnya dikutip InfoSAWIT, Rabu (23/10/2024).
BACA JUGA: Kemendag Terbitkan Permendag No 26/2024, Lima Produk Sawit Kena DMO Minyakita
Marcus menambahkan bahwa bukan kali pertama aspek sosial dalam RSPO dipertanyakan. Sejak 2016, audit sosial sering gagal mengidentifikasi pelanggaran di lapangan, di mana auditor tampak lebih condong sebagai konsultan perusahaan daripada penjaga kepatuhan sosial.
Achmad Surambo, Direktur Sawit Watch, juga menegaskan pentingnya memahami latar belakang penghapusan sementara FPIC dari standar RSPO. “Meskipun FPIC telah dimasukkan kembali dalam draft konsultasi, kita perlu tahu siapa yang berusaha menghapusnya dan apa motivasinya. Hal ini akan membantu kita memahami masa depan standar RSPO dan perlindungan hak-hak masyarakat adat,” ujar Surambo.
Langkah pelemahan FPIC ini dianggap sebagai ancaman serius bagi masyarakat adat dan lokal, serta dapat merusak kredibilitas RSPO sebagai organisasi yang mempromosikan keberlanjutan industri kelapa sawit. FPIC merupakan mekanisme penting untuk memastikan bahwa perusahaan sawit tidak melanggar hak-hak masyarakat setempat dalam proses produksi mereka.
BACA JUGA: Menteri Kehutanan Fokus Transparansi Data Atasi Keterlanjuran Sawit di Kawasan Hutan
Ketidakjelasan posisi FPIC dalam standar RSPO memicu kekhawatiran bahwa tekanan dari industri kelapa sawit, yang menganggap prinsip ini sulit diaudit, telah mempengaruhi penghapusan prinsip tersebut. Namun, jika hak-hak masyarakat diabaikan, hubungan antara perusahaan sawit dan komunitas lokal berpotensi rusak, dan konflik sosial dapat meningkat.
RSPO, sebagai standar keberlanjutan internasional, telah lama menjadi acuan produsen dan konsumen dalam memastikan rantai pasok yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial. Jika prinsip FPIC dilemahkan, kepercayaan terhadap komitmen RSPO dalam menjaga keberlanjutan industri sawit dan melindungi hak masyarakat bisa terancam. Ini juga bisa berdampak negatif pada rantai pasok global yang semakin sensitif terhadap isu sosial dan lingkungan. (T1)