InfoSAWIT, KUALA LUMPUR – Ruth Silva, Direktur Jaminan RSPO dan Jaringan HCV, mengungkapkan pandangannya tentang pentingnya revisi standar, tantangan dalam proses tersebut, dan aspirasinya untuk dampak positif petani dalam melindungi hutan bernilai konservasi tinggi (HCV) dan stok karbon tinggi (HCS).
Sejak 2014, RSPO menjadi anggota Jaringan HCV untuk memperkuat komitmen melindungi HCV melalui identifikasi yang kredibel. “Kami menyadari bahwa tanpa identifikasi yang akurat, perlindungan jangka panjang sulit dicapai,” ungkap Ruth dikutip InfoSAWIT darl laman RSPO, Rabu (1/1/2025). RSPO juga mengembangkan Skema Lisensi Penilai (ALS) untuk memastikan kualitas dan kredibilitas identifikasi tersebut.
Ruth menyoroti tantangan yang muncul dari regulasi Uni Eropa, European Union Deforestation Regulation (EUDR). “Definisi hutan dalam EUDR berbeda dengan metodologi Pendekatan Stok Karbon Tinggi. Analisis kesenjangan diperlukan untuk memastikan apakah penilaian HCV-HCSA dapat memenuhi ekspektasi perlindungan,” jelasnya.
BACA JUGA: Kebijakan Pemerintah Mestinya Berpihak Ke Petani Sawit, Jangan Naikan Tarif PE CPO Lagi!
Meski EUDR fokus pada uji tuntas, anggota RSPO dinilai lebih siap. Dengan bukti kepatuhan selama bertahun-tahun, mereka berada selangkah lebih maju dibandingkan operator lain. “RSPO telah mendokumentasikan semua bukti terkait prinsip-prinsip keberlanjutan, termasuk fokus kuat pada penghapusan deforestasi,” tambah Ruth.
Salah satu elemen penting dalam revisi standar adalah perhatian lebih terhadap petani. Ruth menjelaskan bahwa indikator terkait pengelolaan dan perlindungan HCV dibuat lebih jelas untuk memudahkan petani dan auditor dalam implementasi dan verifikasi.
“Auditor yang terlibat dalam diskusi teknis memberikan wawasan tentang apa yang berhasil di lapangan. Hal ini akan memberikan panduan yang lebih baik bagi petani dalam memenuhi persyaratan,” ujarnya.
BACA JUGA: Walhi Ungkap Dampak Kebijakan Internasional Terhadap Ekspansi Sawit di Indonesia
Ruth juga menekankan pentingnya mengalihkan fokus dari identifikasi ke dampak perlindungan. “Kita perlu menunjukkan bahwa hutan tetap berdiri, masyarakat lokal diuntungkan, dan hak-hak mereka dilindungi. Dokumentasi ini diperlukan karena pasar ingin melihat hasil nyata, bukan sekadar rencana,” tegasnya.
Ruth berharap bahwa standar baru ini dapat mendokumentasikan tantangan yang dihadapi petani dan menemukan cara untuk membuat proses lebih efisien. “Kita harus belajar dari petani tentang kendala yang mereka hadapi dalam melindungi HCV dan bekerja sama untuk mengatasinya,” tutupnya.
Revisi standar RSPO ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan, baik bagi lingkungan maupun komunitas lokal, dengan mengutamakan keberlanjutan dan perlindungan nilai-nilai konservasi tinggi. (T2)