InfoSAWIT, JAKARTA – Direktur Asia di Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF), Sonya Dewi, mengungkapkan tantangan dan peluang dalam ekspansi pertanian termasuk perkebunan sawit dan pengelolaan lanskap berkelanjutan di Asia, khususnya di Indonesia. Dalam forum Internasional Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) ke-7 di Bali, Kamis (13/2/2025), ia menekankan bahwa konversi hutan dan degradasi lahan menjadi perhatian utama dalam keberlanjutan ekosistem.
Sonya mengungkapkan bahwa perlu ada keseimbangan antara manfaat sosial-ekonomi dengan konservasi lingkungan. “Kita telah mendengar perdebatan global mengenai ekspansi lahan yang terus meningkat. Di Indonesia dan beberapa wilayah lain, persaingan penggunaan lahan menjadi tantangan tersendiri yang perlu disikapi dengan bijak,” ujarnya saat berbicara pada acara ICOPE ke 7, dihadiri InfoSAWIT.
Ia menambahkan bahwa konsep land sharing lebih efektif dibandingkan land sparing, mengingat persaingan lahan yang tinggi di kawasan padat penduduk. Land sharing memungkinkan pemanfaatan lahan secara lebih inklusif dengan menggabungkan berbagai jenis pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit dan kehutanan dalam satu wilayah. “Di sinilah pendekatan agroforestri memainkan peran penting dalam meningkatkan dampak ekonomi sekaligus mempertahankan manfaat sosial dan ekologi,” jelasnya.
BACA JUGA: Keterlanjuran Sawit dalam Kawasan Hutan, WWF-Indonesia Dorong Penerapan Jangka Benah
Menurut Sonya, pendekatan agroforestri memberikan keuntungan di berbagai tingkatan, baik di tingkat plot maupun lanskap. “Pada tingkat plot, agroforestri dapat meningkatkan efisiensi hasil produksi dibandingkan sistem perkebunan sawit yang lebih monokultur. Dengan keberagaman tanaman dan komoditas, risiko ekonomi dapat diminimalkan, sementara ketahanan pangan meningkat,” katanya.
Selain itu, agroforestri juga berperan dalam menjaga kesuburan tanah dan keanekaragaman hayati bawah tanah. “Kita sering kali membahas ekosistem di atas permukaan tanah, tetapi yang terjadi di bawah permukaan juga sangat krusial. Mikroorganisme tanah berperan dalam menjaga kesuburan dan keseimbangan ekologi,” tambahnya.
Di tingkat lanskap, pendekatan ini juga berdampak pada pencegahan deforestasi lebih lanjut. “Jika agroforestri dikelola dengan baik, maka tekanan terhadap hutan alami bisa dikurangi. Ini adalah efek tidak langsung, tetapi sangat signifikan,” jelas Sonya.
Sebagai contoh, ia menyebutkan proyek yang dilakukan di Sumatra Utara beberapa tahun lalu. “Di sana, kami melihat bagaimana integrasi agroforestri mampu meningkatkan produktivitas lahan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” tutupnya. (T2)