InfoSAWIT, JAKARTA – Dikala meningkatnya tuntutan produk berbasis ramah lingkungan dan kesadaran masyarakat global tentang keberlanjutan, Batik Laweyan, sebuah komunitas batik yang terkenal di Solo, Jawa Tengah, telah mengambil langkah inovatif dengan menggunakan malam dari bahan baku sawit sebagai alternatif dalam proses pembuatan batik yang lebih ramah lingkungan.
Dalam upaya untuk merespons keprihatinan terhadap dampak lingkungan dari bahan baku tradisional dalam industri batik, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia telah mengambil langkah inovatif dengan memperkenalkan malam batik berkelanjutan yang berbasis minyak sawit.
Deputi Direktur Transformasi Pasar RSPO Indonesia, Mahatma Windrawan Inantha mengungkapkan, bahwa sebelumnya bahan baku tradisional untuk membatik umumnya berasal dari petrokimia yang berbasis minyak mentah, yang dianggap tidak ramah lingkungan.
BACA JUGA: Petani Sawit Swadaya di Konawe Utara Lakukan Pelatihan Budidaya Sawit Berkelanjutan Bersama SPKS
Inisiatif RSPO ini bertujuan untuk mempromosikan penggunaan minyak sawit berkelanjutan sebagai bahan baku alternatif yang lebih ramah lingkungan, menggantikan bahan baku berbasis petrokimia. Windrawan optimis bahwa batik dapat menjadi produk berkelanjutan yang dihasilkan dari minyak sawit berkelanjutan dan bisa diterima di pasar domestic dan internasional.
Dengan langkah ini tentu saja menjadi upaya mendorong industri batik selain sebagai budaya leluhur pula menjunjung tinggi aspek lingkungan, apalagi kesadaran masyarakat tentang keberlanjutan semakin menjadi fokus utama.
Penggunaan malam berbasis minyak sawit tidak hanya diharapkan dapat mengurangi jejak lingkungan yang dihasilkan oleh industri batik, tetapi juga memberikan dukungan kepada petani kelapa sawit yang menerapkan praktik sawit berkelanjutan.
BACA JUGA: Pemprov Sulawesi Barat Pastikan Sektor perkebunan Terapkan Praktik Budidaya Berkelajutan
“Kami berharap bahwa melalui inisiatif ini, batik dapat menjadi salah satu produk unggulan berkelanjutan yang tidak hanya mempertahankan tradisi seni, tetapi juga mendukung lingkungan dan pertanian berkelanjutan,” ujar Windrawan kepada InfoSAWIT, belum lama ini.