InfoSAWIT, BANGKA – Sejumlah petani kelapa sawit di Desa Bedengung, Kecamatan Payung, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan hukum terkait program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang diduga bermasalah.
Para petani mengeluhkan adanya ketidaksesuaian dana miliaran rupiah untuk program PSR dengan rencana anggaran biaya (RAB) yang telah ditetapkan. Hermanto, seorang petani kelapa sawit asal Desa Bedengung, mengungkapkan bahwa program peremajaan kelapa sawit rakyat yang dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Barokah Desa Bedengung awal tahun 2024 diduga mengalami penyelewengan dalam pelaksanaannya.
“Dana sebesar Rp1,5 miliar untuk program PSR di desa ini yang menyasar lahan seluas 51 hektare diduga sarat penyelewengan. Kami meminta aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan negeri, maupun pihak berwenang lainnya untuk segera melakukan penyelidikan,” ujar Hermanto dilansir Bangkapos.com, pada Selasa (2/7/2024).
BACA JUGA: Perwakilan dari 17 Negara Sehaluan Belajar Sawit Berkelanjutan di Siak
Hermanto menambahkan bahwa terdapat selisih harga pada bibit kelapa sawit yang riilnya dijual seharga Rp55 ribu per batang, sementara di RAB tertera Rp65 ribu per batang. Selisih harga tersebut hingga kini tidak pernah dikembalikan kepada para petani. Selain itu, hasil chipping atau kegiatan mencincang pokok kelapa sawit usai ditumbangkan tidak sesuai dengan kaidah teknis, masih banyak batang pohon yang tidak dicincang dan beberapa pohon kelapa sawit masih kokoh berdiri, meskipun dana pencairan untuk tumbang dan mencincang batang pohon sudah dicairkan 100 persen.
“Kami sangat menyayangkan pihak ketiga seakan tidak melakukan verifikasi dan kunjungan lapangan sebelum pencairan dana, bahkan pencairan ini terindikasi bermasalah karena seharusnya dilakukan setelah pekerjaan selesai dan sesuai aturan,” tegas Hermanto.
Para petani telah melaporkan masalah ini ke Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan, namun hingga kini tidak ada tindakan yang dilakukan oleh dinas terkait. Pengerjaan tumbang dan chipping pohon kelapa sawit yang tidak sesuai teknis pengerjaan dinilai sangat merugikan petani, ditambah lagi keterlambatan bibit membuat lahan kembali semak dan petani harus melakukan perawatan tambahan.
BACA JUGA: Harga CPO KPBN Inacom Naik 1,42 Persen pada Selasa (2/7), Demikian Pula di Bursa Malaysia
“Karena itu, kami harus menunggu bibit sampai hampir delapan bulan, lahan pun hampir jadi belukar dan sarangnya tikus. Kejadian ini membuat kami bertanya-tanya, ada apa dengan tim pengawasan dan pendampingan sehingga bisa terjadi hal seperti ini,” beber Hermanto. (T2)