InfoSAWIT, PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat yang diwakili Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Ignatius IK, menegaskan pentingnya kolaborasi dan inovasi dalam pembangunan sektor kelapa sawit di Kalimantan Barat. Dalam pembukaan Indonesian Palm Oil Smallholder Conference & Expo (IPOSC) 2024, Ignatius menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam kemajuan industri kelapa sawit di provinsi tersebut.
Ignatius menyebut subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit, memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional dan daerah. “Subsektor perkebunan berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan devisa, serta penyediaan bahan baku industri,” katanya. Namun, ia juga menyinggung tantangan yang dihadapi, seperti krisis ekonomi global, deforestasi, dan degradasi lingkungan yang sering dikaitkan dengan industri kelapa sawit.
Kalimantan Barat sendiri merupakan salah satu provinsi penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, dengan total areal perkebunan sawit mencapai 2.140.155,55 hektare dengan produksi mencapai 6.452.552,70 ton CPO pada tahun 2023. Sebanyak 29% dari perkebunan tersebut adalah milik rakyat, yang diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya luas lahan dan permintaan pasar.
BACA JUGA: TA Research Proyeksi Harga CPO RM 3.800 per ton Selama 2025
Namun, Ignatius menegaskan bahwa produksi kelapa sawit yang berkelanjutan adalah kunci untuk memenangkan persaingan pasar global. Ia mengingatkan bahwa perhatian dunia sedang tertuju pada keberlanjutan industri ini, terutama setelah Uni Eropa mengeluarkan regulasi EU Deforestation Regulation (EUDR) yang mewajibkan eksportir untuk memverifikasi bahwa produk mereka tidak berasal dari kawasan hutan.
Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah Indonesia, termasuk Kalimantan Barat, telah mengadopsi sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai standar kelapa sawit berkelanjutan. “Kalimantan Barat telah memiliki Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 3 Tahun 2020,” tambah Ignatius, saat membuka acara tersebut yang dihadiri InfoSAWIT di Pontianak
Selain isu keberlanjutan, Ignatius juga menyoroti konflik tenurial yang sering muncul di sektor perkebunan kelapa sawit. Konflik ini, menurutnya, disebabkan oleh ketimpangan kepemilikan tanah, ketidakjelasan batas kawasan hutan, serta kurangnya koordinasi dalam pemberian izin lahan. Untuk itu, Ignatius mendorong adanya sistem pendataan lahan yang terintegrasi guna mengelola perkebunan sawit secara lebih berkelanjutan.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Sumsel Periode II-September 2024 Naik Rp 56,98/kg Cek Harganya..
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) juga menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat. Di Kalimantan Barat, realisasi PSR telah mencapai 18.573 hektare hingga tahun 2023, dengan target seluas 67.855 hektare yang masih perlu dicapai.