InfoSAWIT, JAKARTA – Kejadian pandemi covid-19 telah memukul perekonomian banyak negara di pelosok dunia, namun ada yang menarik, negara dengan basis pertanian nampak sedikit lebih tahan dengan kondisi ini, seperti halnya indonesia.
Perkembangan ekonomi makro di dunia morat-marit setelah dilanda pandemi Covid-1, dan tidak sedikit negara di dunia yang akhirnya harus mengalami kontraksi pertumbuhan ekonominya, kejadian ini tidak terkecuali dirasakan Indonesia.
Namun dari sekian banyak negara mengalami konstraksi, justru China dan Vietnam memiliki pertumbuhan domestik bruto yang masih positif pada tahun 2020 lalu. China tercatat memiliki pertumbuhan PDB sekitar 2,3%, dan Vietnam tumbuh mencapai 2,9%. “Ini terjadi karena Vietnam begitu serius dalam menghadapi pandemi covid-19,” tutur ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, dalam sebuha acara webinar yang dihadiri InfoSAWIT, Maret 2021 lalu.
Lebih lanjut tutur pria lulusan master in Finance dari Universitas Bradford, Inggris ini mencatat, cara yang dilakukan Vietnam selama menghadapi pandemi dilakukan dengan pemberlakuan lockddown, dan penerapan ATM Beras, termasuk memberikan beragam subdisi kepada masyarakat. “Sebelumnya produk yang berorientasi ekpsor dibuang ke pasar domsetik,” jelas Bhima yang suka sekali dengan kuliner Soto Madura serta (film) Soe Hok Gie ini.
Kata Bhima sejatinya Indonesia bisa seperti Vietnam, apalagi Indonesia memiliki sektor pertanian yang sangat kuat. Tatakala pandemi masuk pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif, barulah pada kuartal II-2020 pertumbuhan ekonomi mengalami konstraksi.
Kedepan ada dua kelompok risikon yang mesti diperhatikan, pertama risiko yang menurunkan pertumbuhan ekonomi, diantaranya terlambatnya ketersediaan stok vaksin Covid-19, terjadinya tapper tantrum (dana asing mulai keluar dari pasar modal) , realisasi stimulus PEN rendah, terjadi inflasi pangan, dan perang dagang AS-China berlanjut.
Kelompok kedua yakni risiko yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi diantaranya, harga komoditas ekspor naik, manufaktur di China tumbuh, digital transformation, bunga acuan rendah, mendorong penurunan bunga kredit dan pembukaan Kawasan-Kawasan industri baru. “Nilai tukar petani pangan tercatat turun, tapi para pekebun sawit untung,” katanya.
Analisa Bhima, sektor penopang Produk Domestik Bruto, sektor pertanian tercatat masih positif, tapi sektor digital (infokom) juara nya lantaran bisa mempertahankan pertumbuhan diangka 10,8%, sementara pertanian tumbuh mencapai 1,7%, sektor keuangan tumbuh sekitar 3,25%, untuk sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif. (T2)