InfoSAWIT, JAKARTA – Anda boleh percaya atau tidak, bahwa masalah sosial di perkebunan saat ini telah mencapai 50%-60% dibandingkan dengan masalah teknis di lapangan.
Faktanya konflik-konflik sosial yang sekarang berkembang hampir terjadi di semua sektor perkebunan, khusus untuk perkebunan kelapa sawit, konflik ini terjadi karena adanya perubahan paradigma sosial dalam mengelola. Sementara bagi pengelola bisnis, terjadinya perubahan paradigma ini, sudah dimulai sejak masa Orde baru, selanjutnya masa reformasi dan perubahan ini lebih terasa lagi pada paska masa reformasi.
Biasanya isu sosial yang menonjol pada masa paska reformasi adalah mencuatnya isu Hak Asasi Manusia (HAM), isu kebebasan untuk berekspresi, ada juga isu otonomi daerah hingga Isu yang menyangkut political dan social risk.
BACA JUGA: Masih Lesu, Harga CPO KPBN 21 Maret 2023 Turun Tipis Cenderung Stagnan
Bidang usaha yang berdampak besar sebagai akibat perubahan paradigma ini adalah pada bidang perkebunan, bidang usaha industri, hingga bidang usaha infrastruktur. Yang mana bidang perkebunan menjadi yang terberat.
Musababnya sektor perkebunan adalah sektor padat karya yang melibatkan banyak orang dan pihak, termasuk masyarakat. Sehingga potensi konflik akan sangat sering muncul, apalagi regulasi pertanahan di Indonesia masih banyak yang tumpang tindih.
Maka itu perlu berbagai upaya yang dilakukan, tentunya untuk mengurangi atau setidaknya meminimalisir isu sosial tujuannya guna mengurangi risiko kerugian, dengan demikian diperlukan terobosan- terobosan baru dalam upaya tersebut, supaya risiko sosial minim dan mengurangi dampak dominonya.
BACA JUGA: Pemerintah Indonesia Bakal Miliki Perusahaan Sawit Terbesar di Dunia
Perusahaan perkebunan kelapa sawit sejatinya telah mengalokasikan biaya dan Investasi sosial yang tepat, namun demikian dalam membangun sosial bisnis diperlukan strategi hingga perencanaan mitigasi sosialnya.
Penulis: Kamsen Saragih /Direktur Utama PT ISL