Saat BBJ Gagal Jadi Barometer Harga CPO Dunia

oleh -5399 Dilihat
infosawit
Dok. Istimewa

InfoSAWIT, JAKARTA – Harapan Indonesia sebagai barometer harga CPO dunia tidak semulus yang dibayangkan, buktinya selama perdagangan fisik CPO diterapkan oleh Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), kurun waktu 6 bulan sejak diluncurkan pada pertengahan tahun tepatnya di bulan Juni 2009 silam, belum dirasa memuaskan.

Pasalnya, jumlah CPO yang diperdagangkan hanya mencapai 29 juta kg, atau sekitar 58 lot. Jadi rata-rata per bulan CPO yang diperdagangkan berkisar 11 lot. Angka ini dianggap masih jauh dari yang diharapkan.

Padahal, diadakannya pasar fisik CPO merupakan kristalisasi gagasan dari dua lembaga yakni Kementerian BUMN dan BBJ. “Peluncuran pasar fisik ini adalah kristalisasi gagasan Kementerian BUMN dan BBJ dengan mimpi ketika Indonesia sebagai produsen utama CPO seharusnya bisa menentukan harga Spot dan Future CPO,” papar Direktur Utama BBJ, Hasan Zein kala itu, kepada InfoSAWIT.

BACA JUGA: Bappebti Disuruh Segera Bentuk Harga Acuan CPO, Juni 2023 Sudah Mesti Terbentuk

Pelaku sawit nampaknya masih menunggu, ini diperlihatkan dari masih sedikitnya pemain yang aktif. Buktinya baru ada 4 perusahaan yang menjual CPO nya di BBJ, diantaranya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PTPN IV, PTPN V dan PTPN, VII. Padahal perusahaan yang didaulat sebagai penjual CPO ada 11 perusahaan.

Dari keempat perusahaan negara penjual CPO di BBJ tersebut, PTPN V menempati urutan pertama dengan menjual sebanyak 27 lot atau mencapai 48% dari total penjualan. Selanjutnya disusul PTPN III sebanyak 22 lot atau sekitar 39%, lantas PTPN IV sekitar 9% dan terakhir PTPN VII sebanyak 2 lot atau mencapai 4%.

Kondisi serupa diperlihatkan perusahaan pembeli CPO yang juga masih bisa dihitung dengan jari. Hingga Desember 2009 pembeli CPO di BBJ ada 4 perusahaan, diantaranya PT Musim Mas sebagai pembeli terbesar dengan persentase mencapai 45% dari total CPO yang diperdagangkan atau setara dengan 26 lot.

BACA JUGA: Malaysia Perkuat Bursa Komoditi, Menyusul Rencana Indonesia Buat Patokan Harga CPO

Lantas disusul oleh PT Nagamas Palm Oil Lestari dengan pembelian sebanyak 15 lot atau sekitar 26%, kemudian PT Pelita Agung Agri Industri dengan 13 lot atau 22% dan terakhir PT Wilmar Nabati Indonesia mencapai 4 lot atau sekitar 7%.

Diakui pasar fisik CPO yang dilakukan BBJ tidak bisa dijadikan  referensi harga CPO, pasalnya volume CPO yang diperdagangkan masih  sedikit. Padahal pasar fisik CPO ini telah mendapat dukungan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Departemen Perdagangan.

 

Belum Liquid

Salah satu syarat berhasilnya pasar fisik CPO ialah volume CPO yang di perdagangkan mesti besar, pasalnya tingkat liquid sangat berpengaruh pada penentuan harga yang akan dibentuk.

BACA JUGA: Plt. Kepala Bappebti: Pembentukan Harga Acuan Komoditas Sesuai Mandat UU 32/1997

Paling tidak BBJ harus menjual CPO dengan volume sekitar 10% dari total produksi CPO nasional. Bila dibandingkan dengan Malaysia angka tersebut sudah sangat cukup, pasalnya MDEX sendiri kadang melakukan tender CPO perbulannya bisa mencapai 200.000 ton bahkan ada yang sempat mencapai 50 ton/hari. Sementara kunci sukses pasar fisik CPO bisa liquid jika pembeli dan penjual berjumlah banyak. (T2)

Sumber: Majalah InfoSAWIT Edisi Maret 2010


Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO dan industri kelapa sawit setiap hari dari infosawit.com. Mari bergabung di Grup Telegram "InfoSAWIT - News Update", caranya klik link InfoSAWIT-News Update, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


Bila Anda memiliki informasi dan rilis tentang industri sawit, Silakan WhatsApp ke Redaksi InfoSAWIT atau email ke sawit.magazine@gmail.com (mohon dilampirkan data diri)