InfoSAWIT, JAKARTA — Dalam Climate Outlook 2025 yang baru dirilis, BMKG tak hanya menyampaikan prediksi iklim tetapi juga memberikan sejumlah rekomendasi bagi sektor-sektor yang terdampak perubahan iklim, khususnya pertanian dan pengelolaan bencana. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengungkapkan bahwa mayoritas wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan normal hingga di atas normal, kondisi yang mendukung produktivitas tanaman pangan di sentra-sentra pangan nasional.
Ardhasena menyatakan, curah hujan yang cukup di tahun 2025 dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil pangan di wilayah-wilayah penghasil utama. “Namun, bagi daerah yang diperkirakan mengalami curah hujan di bawah normal, diperlukan tindakan antisipatif melalui penyesuaian pola tanam dan pengelolaan air,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Rabu (6/11/2024).
Ia menyarankan pemilihan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi kering untuk menjaga produktivitas. Dukungan dari irigasi dan intensifikasi pertanian di wilayah tersebut, lanjut Ardhasena, diyakini mampu mengatasi tantangan perubahan iklim.
BACA JUGA: Indonesia dan Malaysia Sampaikan Keberatan Terhadap Peraturan Deforestasi UE di Brussels
BMKG juga memperingatkan potensi hidrometeorologi ekstrem di beberapa wilayah dengan curah hujan tinggi, terutama pada puncak musim hujan 2025. “Wilayah yang berpotensi curah hujan di atas rata-rata harus waspada terhadap risiko banjir dan tanah longsor,” ujar Ardhasena. Untuk mengurangi dampak, BMKG merekomendasikan optimalisasi infrastruktur air seperti drainase, sistem peresapan, waduk, dan embung. Ini diharapkan dapat mengurangi potensi banjir di area perkotaan yang rentan.
Di sisi lain, BMKG mengingatkan ancaman kekeringan di wilayah yang diprediksi curah hujannya rendah saat musim kemarau, khususnya pada bulan Juli hingga September. “Meski curah hujan cenderung di atas normal, kekeringan dan kebakaran hutan tetap menjadi risiko yang perlu diwaspadai,” tambahnya. BMKG juga mengingatkan pemerintah daerah untuk memastikan kesiapan operasional waduk dan embung guna memanfaatkan curah hujan tinggi selama musim hujan dan mempertahankan cadangan air saat kemarau.
La Nina lemah yang diperkirakan berlangsung hingga awal 2025 juga menjadi perhatian khusus. Fenomena ini dapat meningkatkan curah hujan hingga 20% di beberapa wilayah, berpotensi memicu frekuensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor. Pemerintah daerah dan lembaga terkait pun diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana, terutama di wilayah yang memiliki riwayat banjir.
Di samping itu, Ardhasena mengungkapkan bahwa kenaikan suhu udara di periode Mei hingga Juli 2025 bisa menjadi tantangan tambahan bagi sektor pertanian dan ekosistem yang rentan. Ia menegaskan pentingnya langkah preventif yang menyeluruh dari semua pihak terkait, terutama dalam menjaga stabilitas pangan dan melindungi masyarakat dari dampak bencana yang mungkin terjadi. (T1)