InfoSAWIT, PEKANBARU – Belum lama ini banyak gelombang penolakan yang bermunculan, paska disahkannya Undang Undang (UU) Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR/European Union Deforestation Regulation).
Gelombang Penolakan itu memantik sejumlah Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesian yang pada hari Rabu, (29/3/2023) kemarin bersama-sama melakukan Aksi Keprihatinan di depan salah satu Gedung Komisi Uni Eropa, di Jakarta.
Namun demikian sayangnya, Komisi Uni Eropa tersebut telah mengetok palu untuk segera menindaklanjuti dan memberlakukan UU Anti Deforestasi EUDR (EU Deforestation Regulation) pada 6 Desember 2022 yang lalu. Ketentuan tersebut segera mengatur dan memastikan para Konsumen di Kawasan Uni Eropa (UE) untuk tidak membeli komoditas yang terkait dengan sumber deforestasi dan degradasi hutan, dimana salah satu unsurnya telah jelas-jelas mencantumkan sekaligus mengelompokkan Kelapa Sawit sebagai tanaman berisiko tinggi.
BACA JUGA: KNPI Riau Sorot Aktivitas RAM Sawit Ilegal di Pelalawan
Sebab itu dalam keterangan resminya kepada InfoSAWIT, Kamis (30/3/2023), Dewan Pengurus Daerah (DPD), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Tingkat I Provinsi Riau turut prihatin, lantaran kendati UU Deforestasi Eropa tidak sejalan dengan Proses Pembangunan SDG’s sebagaimana ditetapkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), penerapan terhadap UU Deforestasi Eropa tersebut juga berpotensi kelompok petani kelapa sawit dirugikan. Mereka kehilangan pekerjaan, dan kondisi sosial ekonomi yang tentunya akan rusak, miskin dan melarat.
Namun dikatakan Ketua DPD KNPI Riau, Larshen Yunus menganggap ada yang tidak wajar dalam aksi unjuk rasa tersebut, lantaran alasan ketidaksetujuan itu baru disampaikan saat ini, yang dianggap telat dan terlambat, lantaran secara Regulasi maupun sistem telah disahkan akhir tahun 2022 yang lalu.
Padahal kata Larshen Yunus, beberapa masa aksi yang tergabung dalam berbagai organisasi petani tersebut kerap mengikuti kegiatan-kegiatan yang berskala nasional maupun internasional. Bahkan kerap berswafoto dan mengabadikan kegiatannya dengan para petinggi di Indonesia. “Sekali lagi kami justru prihatin dan menilai ada keanehan,” ungkap Larshen Yunus.
BACA JUGA: Integrasi Sawit-Sapi Untuk Ketahanan Pangan Melalui Ketersediaan Daging Sapi
Lebih lanjut kata Larshen Yunus, walau UU tersebut telah dipastikan diberlakukan untuk sejumlah komoditas, antara lain minyak kelapa sawit, ternak, coklat, kopi, kedelai, karet dan kayu serta juga termasuk beberapa produk turunannya, seperti Kulit, cokelat, dan furniture. “Tetap saja menyimpan keanehan atas kegiatan aksi unjuk rasa penolakan seperti itu,” ungkap Larshen Yunus.
Kata Larshen Yunus, pihaknya menegaskan sekalipun ketentuan atas UU itu sangat mempengaruhi salah satu produk andalan Indonesia yaitu Kelapa Sawit, aksi unjuk rasa tersebut tetap tidak akan bisa menghadirkan solusi.
“Justru menambah tingkat kecurigaan masyarakat Indonesia. Pasalnya, khusus di wilayah Provinsi Riau saja, seperti permasalahan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan belum bisa Teratasi. Banyak sumber yang mengatakan, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komisi IV DPR-RI maupun para pakar yang konsen terhadap Perkelapasawitan, dengan tegas menyampaikan rasa kekhawatirannya tentang gejolak dan potensi konflik atas kasus pembiaran kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan. sawit-sawit ilegal yang justru telah merugikan kas keuangan negara, pokoknya wallahuallam bissawab” tandas Larshen Yunus.
BACA JUGA: Learning Factory Guna Tingkatkan SDM Sawit Siap Kerja
Sebelumnya dalam pantauan InfoSAWIT, sejumlah organisasi petani melakukan unjuk rasa didepan kantor Kedutaan Besar Uni Eropa (UE) sebelum akhirnya membacakan petisi, hingga akhirnya diterima Stephane François Mechati, selaku Chargé d’Affaires di Kedutaan Besar Uni Eropa untuk Indonesia. (T2)