InfoSAWIT, JAKARTA – Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, bekerja sama dengan Swisscontact, Koltiva, dan mitra pembangunan lainnya, telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) mengenai Tata Kelola Kelapa Sawit Berkelanjutan 2024-2026. Pada acara yang digelar Minggu, 7 Juli 2024, ini juga diluncurkan Dasbor MultiStakeholder Forum (MSF) Aceh Singkil. Sebanyak 12 entitas, ikut serta dalam penandatanganan ini.
Ekosistem Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, yang mencakup Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Aceh Singkil, memainkan peran penting dalam perlindungan lingkungan dan pelestarian keanekaragaman hayati Sumatera. Namun, Taman Nasional Leuser telah kehilangan seperlima dari area hijau dataran rendahnya akibat aktivitas komersial dalam lima tahun terakhir.
Kabupaten Aceh Singkil memiliki 77.512 hektar perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan dan petani mandiri, berkontribusi sebesar 31,8% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di subsektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Wilayah ini juga merupakan rumah bagi Suaka Margasatwa Rawa Singkil, habitat alami bagi harimau Sumatra, gajah Sumatra, dan orangutan Sumatra.
BACA JUGA: DSNG Catatkan Kenaikan Laba 41% di Semester Pertama 2024
Inisiatif multi-pemangku kepentingan ini bertujuan untuk mengatasi isu lahan perkebunan berkelanjutan dan meningkatkan produktivitas serta volume produksi kelapa sawit berkelanjutan sebesar 30% melalui intensifikasi selama periode yang sama. Semua pihak berkomitmen untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan sosial demi masa depan yang berkelanjutan bagi Aceh Singkil. Inisiatif ini menyoroti perlunya Rencana Aksi Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk menempatkan kelapa sawit Aceh Singkil sebagai komoditas yang diakui secara global.
MoU ini menguraikan kerangka kerja untuk mengoptimalkan pertumbuhan regional di Aceh Singkil melalui percepatan pembangunan berkelanjutan di antara empat pilar utama: lingkungan, ekonomi, sosial, dan tata kelola berkelanjutan. Pilar lingkungan berfokus pada perlindungan ekosistem hutan dan peningkatan keanekaragaman hayati. Pilar ekonomi didedikasikan untuk produktivitas lahan yang berkelanjutan dan peningkatan mata pencaharian produsen. Pilar sosial menekankan keterlibatan multi-pemangku kepentingan yang inklusif untuk mengatasi ketidaksetaraan dan konflik sosial. Terakhir, pilar tata kelola berkelanjutan memprioritaskan dukungan struktural dan administrasi untuk rencana aksi kelapa sawit berkelanjutan.
Penjabat (Pj) Bupati Aceh Singkil, Azmi M.A.P., menyatakan bahwa penandatanganan Nota Kesepahaman dan peluncuran Dasbor Multi-Pemangku Kepentingan merupakan komitmen nyata Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil untuk menjadikan wilayah ini sebagai yurisdiksi berkelanjutan dengan produktivitas kelapa sawit yang optimal serta perlindungan maksimal terhadap ekosistem hutan, terutama Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
BACA JUGA: Produksi Minyak Sawit Menurun, Konsumsi Dalam Negeri Meningkat Pada Mei 2024
Swisscontact, sebagai salah satu anggota forum, berkomitmen untuk menciptakan lanskap produksi yang berkelanjutan di mana pembangunan ekonomi berdampingan dengan perlindungan lingkungan dan bekerja sama dengan KOLTIVA untuk mengembangkan dasbor. “Upaya kolaboratif ini menyelaraskan beragam isu, kepentingan, dan sumber daya ke dalam satu kekuatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama: pembangunan berkelanjutan di sektor kelapa sawit,” kata Christina Rini, Project Manager Sustainable Landscape LASR, Swisscontact.