InfoSAWIT, BALI – Ahli konservasi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), Erik Meijaard menekankan, pentingnya transparansi informasi bagi konsumen yang ingin membuat pilihan berkelanjutan.
Meijaard mengkritik kurangnya informasi yang jelas di produk-produk konsumen. “Jika Anda seorang konsumen yang peduli dan ingin melakukan hal yang benar, Anda tidak bisa membuat keputusan tepat di supermarket. Misalnya, Anda bisa membeli selai kacang yang bertuliskan ‘bebas minyak sawit’, tapi tidak ada informasi dari mana kacangnya berasal,” ujarnya, disela acara Internasional Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) ke-7 di Bali, dihadiri InfoSAWIT, Kamis (13/2/2025).
Ia menambahkan, bahkan sebagai ahli yang mempelajari isu ini, ia sendiri kesulitan menentukan produk mana yang benar-benar ramah lingkungan. “Saya hanya mengambil apa saja di supermarket karena informasi yang ada sangat terbatas,” katanya.
BACA JJUGA: Mandatori Biodiesel B40 Akan Diterapkan Maret 2025
Meijaard menilai bahwa kampanye media seringkali hanya menyasar sawit dan kedelai, sementara mengabaikan masalah di komoditas lain. “Mengapa hanya sawit dan kedelai yang disorot? Ada banyak masalah di tanaman lain seperti wijen. Sudan adalah produsen wijen terbesar, tapi siapa yang tahu bahwa sebagian besar produksinya dikuasai oleh negara Sudan dengan implikasi pelanggaran HAM?” tanyanya.
Ia mencontohkan, produksi kedelai di Brasil menggunakan banyak bahan kimia yang merusak lingkungan, tapi hal ini jarang dibahas. “Kita menutup mata terhadap banyak hal buruk yang terjadi di komoditas lain,” tambahnya.
Meijaard mengakui bahwa kritik media terhadap sawit telah mendorong industri ini untuk meningkatkan praktik keberlanjutannya. “Sawit diuntungkan karena menjadi sorotan media, sehingga industrinya terdorong untuk berbenah. Tapi di sisi lain, kita mengabaikan masalah di komoditas lain,” ujarnya.
BACA JUGA: Pengelolaan Perkebunan Sawit di Kawasan Hutan, Agroforestri Solusinya
Ia menegaskan bahwa tidak ada minyak nabati yang sempurna. “Jika Anda bilang ‘tidak’ pada sawit, Anda bilang ‘ya’ pada sesuatu yang lain. Tapi apa dampaknya? Itu yang perlu diketahui konsumen,” tegasnya.
Meijaard mendorong peningkatan transparansi informasi melalui teknologi seperti kode QR di kemasan produk. “Dengan teknologi, seharusnya tidak sulit bagi konsumen untuk mengetahui apakah suatu produk sesuai dengan nilai-nilai mereka,” ujarnya.
Ia juga mengajak konsumen untuk lebih kritis. “Jika Anda benar-benar peduli, carilah informasi. Baca laporan-laporan yang ada. Infografisnya mudah dipahami,” tambahnya.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Kaltim Periode I-Februari 2025 Turun Rp 45,51 per Kg
Laporan terbaru IUCN yang ditulis Meijaard dan tim bertujuan memberikan gambaran komprehensif tentang dampak lingkungan dan sosial dari berbagai minyak nabati. “Kami ingin konsumen memahami bahwa semua minyak nabati punya masalah. Yang penting adalah bagaimana kita mengelolanya,” pungkasnya. (T2)