InfoSAWIT, JAKARTA – Perjalanan kehidupan manusia yang selalu penuh warna, menjadi pondasi dasar bagi tumbuhnya budaya sosial masyarakat dan kelestarian alam sekitarnya. Kendati pertumbuhan budaya manusia selalu identik dengan kemajuan peradaban manusia, namun selalu ada sisi-sisi kehidupan manusia yang tetap bertahan terhadap adanya perubahan itu sendiri.
Munculnya kebudayaan manusia, bisa dianggap sebagai hasil dari proses komunikasi anggota masyarakat yang terus menerus dilakukan. Menurut Buku The Process of Communication yang ditulis David K. Berlo tahun 1960 dan diproduksi terus hingga tahun 2018 silam, secara tegas menitik beratkan pada kajian kebudayaan dalam koteks komunikasi antar budaya.
Pemahaman masyarakat terhadap kebudayaan, menjadi faktor yangmenentukan bagi keberhasilan sebuah proses komunikasi intens, yang dilakukan secara terus menerus. Alhasil, sejak adanya pemahaman masyarakat terhadap kebudayaan tersebut, maka unsur-unsur kebudayaan mulai dikaji sebagai variabel yang signifikan dalam kajian komunikasi dan pengaruhnya terhadap kebudayaan itu sendiri.
BACA JUGA: Hadapi Kampanye Negatif dan Diskriminasi Sawit, Indonesia – Malaysia Perlu Kerjasama Erat
Pemahaman akan adanya proses komunikasi itu sendiri, bisa ditarik sebagai dasar perkembangan industri minyak sawit nasional dan dunia. Sejak dikembangkan secara komersil pada tahun 1983 silam, perkebunan kelapa sawit menjadi sektor perkebunan yang dikembangkan secara holistik di seluruh penjuru wilayah Indonesia.
Melalui berbagai program pemerintah seperti transmigrasi, perkebunan inti rakyat, revitalisasi perkebunan hingga replanting perkebunan kelapa sawit dewasa ini. Sejatinya, berbagai program perkebunan yang digagas Pemerintah Indonesia ini, merupakan program pemberdayaan masyarakat secara luas, dimana masyarakat Indonesia memiliki peranan besar dalam membangun kesejahteraan hidupnya.
Lantaran secara masif dilakukan di seluruh penjuru Indonesia, memang banyak terjadi disrupsi informasi dan kegiatan yang dilakukan, dimana pemberdayaan masyarakat, yang seharusnya menjadi subyek pembangunan, menjadi bergeser orientasinya, menjadi pembangunan perkebunan kelapa sawit milik korporasi atau perusahaan besar saja. Kendati, pola yang seharusnya dilakukan tetap berorientasi kepada pembangunan perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang menjadikan perusahaan sebagai mitra (avalis) masyarakat.
BACA JUGA:
Industri Batik Indonesia Komit Gunakan Produk Sawit Berkelanjutan
Sawit Bermitra Bersama Masyarakat Desa.
Kemitraan perusahaan bersama masyarakat, seharusnya menjadi proses simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) yang terus dikembangkan perkebunan kelapa sawit hingga dewasa ini. Lantaran, pengelolaan usaha yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit, berbasis sumber daya alam yang sepenuhnya dikuasai oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).