InfoSAWIT, JAKARTA – Diantara ragam bahan baku yang bisa dijadikan sumber pembangkit listrik bioenergi tersebut, misalnya dari cangkang kelapa sawit, serbuk kayu, sekam padi, serabut kelapa sawit, wood chips, tongkol jagung, tandan kosong kelapa sawit, limbah cair kelapa sawit (POME), serta batok kelapa.
Dikatakan Karel Sampe Pajung dari Asosiasi Produsen Listrik Bioenergi Indonesia (APLIBI), heat rate PLT Biomassa mencapai 5.000 – 6.000 kCal/kWh, dengan konsumsi Biomassa/kWh: 1,5 – 2,0 kg setara cangkang/kWh. Saat ini pembangkit listri bioenergi sudah ada yang dibangun seperti PLTU Biomassa dengan kapasitas 3-15 MW, PLT Biomassa Gasifikasi 0,3-3 MW serta PLT Biogas dengan kapasitas 0,5-3 MW.
Tutur Kerel Sampe Panjung yang juga menjabat Direktur PT Kencana Energi Lestari, Tbk (KEEN), pengembangan pembangkit listrik bioenergi di Indonesia cukup berpotensi, terlebih Indonesia adalah produsen minyak sawit di dunia dan juga Indonesia masih memiliki hutan yang bisa dimanfaatkan.
BACA JUGA: Athanasia Amanda, Mengubah Limbah Sawit Jadi Produk Bernilai Tinggi
Dalam webinar yang dihadiri InfoSAWIT, potensi dari perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan sekitar 14 juta ha, dan diperkirakan terdapat 800 pabrik kelapa sawit, maka bisa mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) biomasa dengan kapasitas 1.600 MW, sementara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTB) berkapasitas 1.200 MW. Lantas, untuk potensi dari Hutan Energi dengan areal luas kebun energi mencapai 400 ribu ha, berpotensi untuk membangung PLTU biomasa dengan kapasitas 400-800MW.
Kata Karel, untuk pembangunan pembangkit listrik bioenergi, investor tetap mesti melakukan penyusunan studi kelayakan, lantas menyiapkan ketersediaan bahan bakar dengan jangka waktu 20 tahun, sumber air yang cukup (sungai, danau), melakukan pemeriksaan sistim kelistrikan PLN setempat (studi jaringan listrik), serta menerapkan studi lingkungan. Lantas melakukan pengurusan perijinan: PEMDA, ESDM, BKPM, kemudian melakukan kontrak Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL/PPA) dengan PLN, dengan jangka waktu 20 tahun.
BACA JUGA: Berawal dari KTU Berlabuh Jadi Penulis Buku Kelapa Sawit
“Dimana biaya investasi dan masa pembangunan untuk PLTBm sekitar US$ 2 – 2,5 juta/MW untuk periode 2 tahun, seta investasi untuk PLTBg sekitar US$ 1,5 – 2 juta /MW selama periode 1 tahun,” kata Karel Sampe Pajung. (T2)