InfoSAWIT, JAKARTA – Dengan kemampuan dan keunggulan ekonomi yang dimiliki negara-negara Uni Eropa muncul sebagai salah satu kawasan dengan regulasi perdagangan yang sangat ketat. Saat ini Uni Eropa berencanan menerapkan European Green Deal (EGD), yang diyakini bakal berdampak pada perdagangan kelapa sawit Indonesia.
Dengan Pasar yang besar serta atraktif yakni kawasan Uni Eropa menjadi single market bagi 27 negara anggotanya yang mencapai 516 juta populasi, serta GDP terbesar 2 dunia senilai US$ 17 triliun dimana GDP per-kapita sebesar US$ 40.900, memiliki share untuk Gross National Income global lebih dari 20%, dan menjadi importir barang dan jasa terbesar ke 2 dunia, merupakan sederet modal negara-negara yang berada dikawasan guna menerapkan pasar dengan regulasi yang sangat ketat.
Termasuk memiliki kemampuan hukum untuk mengatur pasar domestik UE yang berpengaruh atas pasar global melalui perusahaan multinasional. Lembaga birokrasi efektif seperti, Komisi, Dewan dan Parlemen Eropa. Serta memiliki kemampuan menyusun dan mengimplementasikan peraturan/kebijakan secara ketat. Semua itu tutur Duta Besar Indonesia untuk Brussel, Andri Hadi, didukung dengan kepatuhan masyarakat Uni Eropa melakasanakan peraturan yang telah dibuat.
Kebijakan yang telah menjadi rujukan yakni diterapkanya kebijakan General Data Protection Regulation (GDPR) yang kemudian kebijakan ini diadopsi Microsoft, Google, Apple, Facebook, sementara di sektor komoditas terdapat kebijakan SVLK & lisensi FLEGT; jenis pestisida untuk, cocoa, dan lainnya.
“Bagi negara lain yang berminat mengakses pasar UE, harus ikuti standar yang telah ditetapkan di Kawasan, sehingga dengansendirinya UE lakukan global norm setting dan menjadi global regulatory power,” tutur Duta Besar Indonesia untuk Belgia Luxemburg, dan Uni Eropa, Andri Hadi, Dalam webinar “The fact of Indonesian Deforestation’s Rate” awal September 2021 lalu yang dihadiri InfoSAWIT.
Beragam kebijakan tersebut pada akhirnya berdampak pada kerjasama perdagangan yang dilakukan dengan Uni Eropa dengan berbagai negara di dunia tidak terkecuali Indonesia. Untuk saat ini salah satu kebijakan patut menjadi perhatian adalah rencana diterapkannya kebijakan European Green Deal (EGD).
Kesepakatan ini memimpikan negara-negara Uni Eropa di tahun 2050 sudah mencapai net zero emission. “Apakah ini semata-mata karena mereka mencita-citakan lingkungan yang ideal atau karena diskriminasi, atau proteksionisme?” kata Andri Hadi. (T2)